Tips Dan Trik

Wakil Ketua Komisi A DPRA, Bendera Aceh tetap sah

Foto: Maulizar Idris
BANDA ACEH - Wakil Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Nurzahri mengatakan 13 poin klarifikasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri), terkait dengan Qanun Nomor 3 tahun 2013 dinilai inkonstitusional jika dilaksanakan.

"Penilaian kami, 13 poin klarifikasi Mendagri atas Qanun Bendera Aceh, jika kami jalankan, maka DPR Aceh melanggar konstitusi," katanya kepada Waspada Online hari ini.

Ia menjelaskan, digunakannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2007 sebagai dasar penilaian atas Qanun Nomor 3 tahun 2013, sangat tidak relevan, karena hal ini bertentangan dengan UU Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

"PP Nomor 77 tahun 2007 pada masa pembentukannya tidak berkonsultasi dengan Pemerintah Aceh, dan ini melanggar pasal 8 ayat 3 UU Pemerintahan Aceh," ujarnya.

Karena itu, tukasnya, koreksi Mendagri atas Qanun Nomor 3 tahun 2013 bukanlah pembatalan terhadap keberadaan aturan yang telah disahkan oleh DPR Aceh tersebut. "Qanun tetap sah, dan bendera Aceh juga tetap sah, hanya ada koreksi terhadap beberapa pasal saja," tukasnya.

DPR Aceh sendiri, tambahnya, telah menyelesaikan jawaban atas klarifikasi Mendagri tersebut, dan saat ini sedang disusun format jawabannya. "Sudah selesai kita jawab 13 poin klarifikasi tersebut," tuturnya.

Saat ditanyakan poin-poin jawaban DPR Aceh, Nurzahri meminta maaf tidak dapat menjelaskannya, seraya mengatakan bahwa ada pesan khusus dari Menteri Dalam Negeri agar poin klarifikasi DPR Aceh tidak di ekspose terlebih dahulu. "Saya minta maaf tidak bisa menjelaskan hal itu, karena kami menghormat Mendagri karena meminta kami tidak ekspose jawaban ke publik," paparnya.

Untuk itu, lanjutnya, jawaban atas klarifikasi DPR Aceh ini akan langsung diantar oleh pihaknya ke Jakarta. "Tidak kita kirim, tapi kita antar langsung, ini kan penghormatan kita, karena surat klarifikasi di antara oleh pejabat selevel Dirjen. Untuk itu jawaban kita juga akan kita antar langsung," tambahnya.

Namun satu hal yang pasti, pungkasnya, DPR Aceh tetap menolak PP Nomor 77 tahun 2007, dan kita tetap tidak akan mengubah bendera Aceh. "Penegasan penolakan itu bukan bentuk perlawanan terhadap Mendagri atau pemerintah pusat, tapi kami ingin menegakkan konstitusi. Penilaian kami PP Nomor 77 tahun 2007 itu inkonstitusional," tandasnya.

Sebagaimana diketahui, pasca disahkannya Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, aturan tersebut menjadi kontroversi dan memantik emosi Jakarta.

Menjadi kontroversi karena dalam Qanun Nomor 3 tahun 2013 tersebut, DPR Aceh menjadikan bendera yang pernah dipakai oleh GAM pada periode Aceh masih dilanda konflik sebagai Bendera Aceh.

Pengesahan qanun ini mendapat reaksi masyarakat Aceh secara luas, hal ini dibuktikan dengan besarnya dukungan masyarakat terhadap bendera tersebut, dan secara spontanitas mengibarkan bendera tersebut. Dan bahkan tidak sedikit masyarakat melakukan konvoi bendera Aceh.

Ekspresi dan antusiasme masyarakat ini memancing reaksi Jakarta. Pemerintah pusat menilai bendera Aceh melanggar kesepakatan perjanjian damai, dan melanggar beberapa aturan yang lebih tinggi dalam sistem kenegaraan Indonesia.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat berkunjung ke Aceh kepada Waspada Online merangkan bahwa, Qanun Nomor 3 tahun 2013 adalah sah, karena dilaksanakan sesuai dengan proseduran dan aturan yang berlaku. Namun juga harus difahami pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk mengevaluasinya.

"Qanun tersebut sah, namun kita juga punya kewenangan untuk mengevaluasi keberadaannya," ucap Mendagri kala itu.

Sumber: waspada online
[jemp]
Share this post :

Posting Komentar

 
Design By: Keude.Net | Support | CSS
Copyright © 2013. www.Aceh.us - menerima kiriman tulisan dan foto melalui email : Acehinfocom@yahoo.com
Pedoman Media Siber
INFO IKLAN