Bukan hanya itu, biji kopi dari Kintamani asal Bali pun juga menjadi pilihan bagi Starbucks sebagai bentuk kombinasi untuk mengolah sumber bahan baku kopi perusahaan AS tersebut.
Inovasi dari Starbucks ini memang mempunyai nilai history panjang dengan negara Indonesia terkait aturan yang dibuat oleh pemerintah, walaupun Aceh sudah lebih dulu mengekspor biji kopi ke pelabuhan Seattle sebelum didistriubusikan ke berbagai gerai Starbucks.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan sebelum Starbucks masuk ke Indonesia, Starbucks mengimpor kopi. Namun pemerintah mengeluarkan ketentuan soal kandungan lokal sehingg Starbuck mulai mengkombinasikan kopi lokal dan impor.
“Itu dari Indonesia, tadinya pas mau masuk dia impor semua kan terus diberikan ketentuan, akhirnya dia gabung juga dengan lokal,” kata MS Hidayat di Jakarta, Selasa (25/6/2013).
Sementara itu Dirjen Industri Kementerian Perindustrian Agro Benny Wahyudi menambahkan pembuatan kopi memang selalu tidak berasal dari satu sumber. Begitu juga dengan kopi gerai sekelas Starbucks. “Kalau namanya kopi, itu selalu blending (campur),” ujar Benny.
Namun begitu, Starbucks tetap mempunyai lahan tersendiri untuk kebun kopi di Amerika Tengah dan Peru seluas 240 hektar yang mereka sulap juga menjadi pusat riset dan pengembangan agronomi. Berbagai inovasi bisnis, mulai dari racikan, fasilitas dan teknologi tidak pernah surut diperhatikan oleh perusahaan yang dipimpin oleh Howard Schultz ini.
Dengan menggadangkan slogan “Great coffee everywhere” tentu saja penikmat kopi Starbucks pun akan merasakan sensasi beda disaat menikmati kopi Aceh di tempat aslinya. Sama-sama biji kopi dari satu sumber, yang tentunya beda harga. Tapi lewat inovasi, Starbucks telah berhasil melangkah jauh ke depan dan pastinya kopi di Aceh pun bisa lebih dari itu.
sumber : http://atjeh.biz
sumber : http://atjeh.biz
Posting Komentar