PENGUNJUNG Guha Tujoh yang terletak dalam kawasan perbukitan kapur antara Kecamatan Batee dan Muara Tiga, Pidie, sekira 20-an kilometer ke arah utara dari jalan negara Banda Aceh-Sigli kawasan Simpang Beutong, untuk saat ini hanya terkonsentrasi pada hari Minggu.
Seperti Armiadi, 23 tahun, warga Gampong Kramat Dalam, Kota Sigli, yang dijumpai Harian Aceh, Minggu (6/3) di kawasan lembah kecil depan mulut goa itu,Saya biasa datang ke sini pada hari Minggu. Sedangkan pada hari-hari lain di sini sepi, akunya.
Armiadi beserta serombongan pemuda-pemudi lain yang ada dalam kawasan Guha Tujoh petang itu kebanyakan dari dalam wilayah Kabupaten Pidie sendiri. Sedangkan pada hari-hari bukan Minggu, Guha Tujoh jarang dijenguk orang.Ini terkait dengan lokasi pariwisata lokal ini yang tidak dibenahi secara profesional oleh Pemkab Pidie, kata Razali.
“Kalau pun ada pengunjung yang datang bukan pada hari Minggu, itu biasanya pengunjung dari luar daerah seperti dari Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen dan bahkan dari Meulaboh dalam perjalanan mereka ke Banda Aceh, tambah pemuda dari salah satu kampung di seputar kawasan Guha Tujoh itu.
Sebagai salah satu tujuan kunjungan pariwisata lokal di Kabupaten Pidie, Guha Tujoh memiliki keunikan tersendiri dan di seputar goa ini terdapat goa-goa kecil yang disebut dengan Guha ulee (Ular), Guha Mie (kucing) dan Guha Rimueng (harimau). Berdasarkan cerita penduduk setempat, kabarnya goa-goa kecil tersebut dulu pernah didiami oleh sejumlah satwa liar hingga setiap goa diberi nama sesuai penghuninya itu.
Sementara keunikan di dalam Guha Tujoh sendiri, di sana terdapat batu yang merupai lembu, batu yang menyerupai profil hidangan ketan dan cadas yang menyerupai tempat tidur pengantin serta sebuah bongkahan karang yang mirip dengan sebuah batu besar yang letaknya seakan-akan tergantung mengasing dari tanah tanpa ada ikatan, disebut bate megantung (batu yang tergantung).
Agaknya dikatakan Guha Tujo (goa tujuh) karena di kedalaman goa utama, di sana terdapat tujuh ruangan yang di masing-masih dindingnya hingga kini masih terdapat coretan-coretan lama yang merupakan tanda-tanda dan catatan yang diyakini memiliki makna tertentu. Mungkin itu ukiran tulisan tangan yang ditinggal oleh para pencari kearifan makrifat yang pernah bertapa di dalam goa ini, tambah Razali.
Pendek kata,lanjut pemuda yang pernah beberapa smester kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jabal Ghafur Sigli dan kini menekuni pertanian di perladangan kasawan lingkungan Guha Tujoh, semua keunikan yang ada di dalam Guha Tujoh sampai saat ini masih menyisakan misteri. Apa yang kita ketahui saat ini hanya berdasarkan cerita-cerita orang lama saja dari mulut ke mulut. Dan itu kita yakini sudah tidak orisinil lagi.
Menurut petani sederhana berwawasan lumayan itu, sekiranya ada tim ahli yang mau membuat penelitian di Guha Tujoh, maka misteri batu berbentuk lembu, batu hidangan ketan, batu mirip ranjang pengantin dan goresan-goresan di dinding goa akan terkuak.
Kita tentu heran, kenapa ada batu mirip lembu, hidangan atau ranjang pengantin di sini? Begitu juga denga tulisan di dinding, mungkin itu mengandung arti yang hebat hasil renungan para petapa makrifat di goa ini pada zaman dahulu. Soalnya semua itu sangat perlu agar para pengunjung tidak terus-menerus disuguhkan kisah-kisah yang salah menurut warisan tuturan yang tidak jelas sumber autentiknya, tambah pemuda itu.
Saya kira, membentuk tim ahli arkeologi untuk meneliti Guha Tujoh ini adalah sebuah ide yang bagus untuk dipikirkan dinas yang bersangkutan di jajaran Pemkab Pidie. Di sana jangan cuma asyik ngomong soal defisit anggaran melulu dong. Muak juga dengar defisit anggaran tiap tahun. Anggarkan saja sedikit dana. Buat penelitian-penelitian yang berguna. Mana tahu dari hasil penelitian itu nanti akan bikin Pidie jadi lebih heboh dari prestasi defisit anggarang yang tidak mendidik itu, pungkas Razali.
Sumber | Musmarwan Abdullah
Seperti Armiadi, 23 tahun, warga Gampong Kramat Dalam, Kota Sigli, yang dijumpai Harian Aceh, Minggu (6/3) di kawasan lembah kecil depan mulut goa itu,Saya biasa datang ke sini pada hari Minggu. Sedangkan pada hari-hari lain di sini sepi, akunya.
Armiadi beserta serombongan pemuda-pemudi lain yang ada dalam kawasan Guha Tujoh petang itu kebanyakan dari dalam wilayah Kabupaten Pidie sendiri. Sedangkan pada hari-hari bukan Minggu, Guha Tujoh jarang dijenguk orang.Ini terkait dengan lokasi pariwisata lokal ini yang tidak dibenahi secara profesional oleh Pemkab Pidie, kata Razali.
“Kalau pun ada pengunjung yang datang bukan pada hari Minggu, itu biasanya pengunjung dari luar daerah seperti dari Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen dan bahkan dari Meulaboh dalam perjalanan mereka ke Banda Aceh, tambah pemuda dari salah satu kampung di seputar kawasan Guha Tujoh itu.
Sebagai salah satu tujuan kunjungan pariwisata lokal di Kabupaten Pidie, Guha Tujoh memiliki keunikan tersendiri dan di seputar goa ini terdapat goa-goa kecil yang disebut dengan Guha ulee (Ular), Guha Mie (kucing) dan Guha Rimueng (harimau). Berdasarkan cerita penduduk setempat, kabarnya goa-goa kecil tersebut dulu pernah didiami oleh sejumlah satwa liar hingga setiap goa diberi nama sesuai penghuninya itu.
Sementara keunikan di dalam Guha Tujoh sendiri, di sana terdapat batu yang merupai lembu, batu yang menyerupai profil hidangan ketan dan cadas yang menyerupai tempat tidur pengantin serta sebuah bongkahan karang yang mirip dengan sebuah batu besar yang letaknya seakan-akan tergantung mengasing dari tanah tanpa ada ikatan, disebut bate megantung (batu yang tergantung).
Agaknya dikatakan Guha Tujo (goa tujuh) karena di kedalaman goa utama, di sana terdapat tujuh ruangan yang di masing-masih dindingnya hingga kini masih terdapat coretan-coretan lama yang merupakan tanda-tanda dan catatan yang diyakini memiliki makna tertentu. Mungkin itu ukiran tulisan tangan yang ditinggal oleh para pencari kearifan makrifat yang pernah bertapa di dalam goa ini, tambah Razali.
Pendek kata,lanjut pemuda yang pernah beberapa smester kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jabal Ghafur Sigli dan kini menekuni pertanian di perladangan kasawan lingkungan Guha Tujoh, semua keunikan yang ada di dalam Guha Tujoh sampai saat ini masih menyisakan misteri. Apa yang kita ketahui saat ini hanya berdasarkan cerita-cerita orang lama saja dari mulut ke mulut. Dan itu kita yakini sudah tidak orisinil lagi.
Menurut petani sederhana berwawasan lumayan itu, sekiranya ada tim ahli yang mau membuat penelitian di Guha Tujoh, maka misteri batu berbentuk lembu, batu hidangan ketan, batu mirip ranjang pengantin dan goresan-goresan di dinding goa akan terkuak.
Kita tentu heran, kenapa ada batu mirip lembu, hidangan atau ranjang pengantin di sini? Begitu juga denga tulisan di dinding, mungkin itu mengandung arti yang hebat hasil renungan para petapa makrifat di goa ini pada zaman dahulu. Soalnya semua itu sangat perlu agar para pengunjung tidak terus-menerus disuguhkan kisah-kisah yang salah menurut warisan tuturan yang tidak jelas sumber autentiknya, tambah pemuda itu.
Saya kira, membentuk tim ahli arkeologi untuk meneliti Guha Tujoh ini adalah sebuah ide yang bagus untuk dipikirkan dinas yang bersangkutan di jajaran Pemkab Pidie. Di sana jangan cuma asyik ngomong soal defisit anggaran melulu dong. Muak juga dengar defisit anggaran tiap tahun. Anggarkan saja sedikit dana. Buat penelitian-penelitian yang berguna. Mana tahu dari hasil penelitian itu nanti akan bikin Pidie jadi lebih heboh dari prestasi defisit anggarang yang tidak mendidik itu, pungkas Razali.
Sumber | Musmarwan Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar