Perencanaan Pemerintah Aceh saat ini sangat kacau, hal tersebut terlihat dalam pembahasan RAPBA 2013, yang terdapat usulan dana tambahan dari Gubernur sebesar Rp. 2,1 Trilyun diluar perencanaan. Minggu, 24 Februari 2013.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hafidh, Koordinator Bidang Advokasi Publik Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
Hal tersebut dapat dipertegas pula dalam Kepututusan Menteri Dalam Negeri Nomor 903-194 Tahun 2013 tentang Evaluasi Rancangan Qanun Aceh tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2013 dan Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2013.
Didalam lampiran Kepmendagri tersebut, telah jelas disebutkan bahwa menyangkut Kebijakan Umum Anggaran di point pertama langsung disebutkan bahwa Jumlah alokasi anggaran untuk beberapa urusan yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) “belum konsisten” dengan Jumlah alokasi anggaran untuk beberapa usulan yang tercantum dalam Kebijakan Umum APBA (KUA) dan Prioritas dan Platfon Anggaran Sementara (PPAS).
Hafidh juga menjelaskan dalam Kepmendagri tertanggal 18 Februari 2013 lalu, ada beberapa catatan yang menyangkut pendapatan Aceh yang harus segera di perbaiki oleh Pemerintah Aceh paling lambat 7 hari setelah Kepmendagri itu di keluarkan, yaitu:
1. Pendapatan Aceh yang bersumber dari Pajak sebesar Rp 622 milyar belum mencantumkan dasar hukum pemungutan, sehingga dalam keputusan tersebut merekomendasikan Pemerintah Aceh untuk mencantumkan dasar hukum dalam pemungutan Pajak Aceh tersebut.
2. Selanjutnya menyangkut retribusi daerah. Dimana retribusi daerah Pemerintah Aceh tahun 2013 di targetkan sebesar Rp 5,3 Milyar. Catatan penting dalam kepmendagri tersebut terhadap Retribusi Daerah yaitu pada beberapa SKPA tidak dapat dianggarakan sebagai pendapatan Aceh tahun 2013, mengingat dasar hukum pemungutan retribusi Aceh dimaksud yaitu ;
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Trayek, Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 1999 tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah, Peraturan daerah nomor 9 tahun 1999 tentang pelayanan kesehatan dan peraturan daerah mengenai retribusi Daerah lainnya belum disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah.
“Kondisi ini tentu sangat tidak menguntungkan, diamana potensi penerimaan daerah dari sektor retribusi daerah akan berkurang,”ujar Hafidh
3. Hal lainnya yang menjadi cacatan dari Kepmendagri tersebut yaitu pendapatan Aceh dari Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi hasil bukan Pajak, Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi serta Dana Penyesuaian belum sesuai dengan dengan jumlah yang tercantum dalam beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Sehingga dalam keputusan tersebut direkomendasikan Pemerintah Aceh harus menyesuaikan jumlah pendapatan Aceh dengan jumlah yang tercantum dalam peraturan Menteri Keuangan Tersebut. Point yang tidak sesuai yaitu:
a. Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi hasil bukan Pajak yang di cantumkan Pemerintah Aceh dalam APBA sebesar Rp 441.495.548.862 sementara dari rincian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang dimuat dalam Kepmendagri tersebut sebesar Rp. 468.187.375.064. disini ada selisih sebesar Rp 26.691.826.202 yang seharusnya menjadi tambahan Penerimaan Aceh.
b.Sementara Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi yang di catat pemerintah Aceh dalam APBA 2013 sebesar Rp 1.024.984.041.697, sementara dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Alokasi Tambahan Dana Bagi Hasil yang dimuat dalam Kepmendagri tersebut sebesar Rp 827.361.254.000. dengan demikian ada selisih sebesar Rp 197.622.787.697 yang akan mengurangi Penerimaan Aceh sebagaimana yang telah dicatat Pemerintah Aceh dalam APBA 2013.
Terkait dengan persoalan tersebut, MaTA menilai, Pemerintah Aceh belum sinergi dalam melakukan komunikasi dengan Pemerintah Pusat. Terkait pemetaan pendapatan Aceh pada sektor Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi hasil bukan pajak.
“Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi serta Dana Penyesuaian. Hal ini tentu akan mempengaruhi Belanja Aceh selama tahun 2013,” tutur Hafidh.
Tidak disitu saja, MaTA menyakini bahwa pada Belanja Pemerintah Aceh juga akan mengalami banyak koreksi dari Mendagri. Hal ini tentunya semakin memperlambat realisasi Pembangunan Aceh tahun 2013.
“Lagi-lagi masyarakat yang dikorbankan.” Kata Hafidh.
MaTA berharap Pemerintah Aceh segera menindaklanjuti review dari Mendagri tersebut jika tidak ingin Qanun tentang APBA 2013 serta Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran APBA 2013 di batalkan oleh Mendagri.
Jika hal itu terjadi, sudah dapat dipastikan yang berlaku tahun 2013 nantinya adalah anggaran yang sama dengan Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun 2012. Dan ini tentunya sangat merugikan masyarakat Aceh.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hafidh, Koordinator Bidang Advokasi Publik Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).
Hal tersebut dapat dipertegas pula dalam Kepututusan Menteri Dalam Negeri Nomor 903-194 Tahun 2013 tentang Evaluasi Rancangan Qanun Aceh tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2013 dan Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2013.
Didalam lampiran Kepmendagri tersebut, telah jelas disebutkan bahwa menyangkut Kebijakan Umum Anggaran di point pertama langsung disebutkan bahwa Jumlah alokasi anggaran untuk beberapa urusan yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) “belum konsisten” dengan Jumlah alokasi anggaran untuk beberapa usulan yang tercantum dalam Kebijakan Umum APBA (KUA) dan Prioritas dan Platfon Anggaran Sementara (PPAS).
Hafidh juga menjelaskan dalam Kepmendagri tertanggal 18 Februari 2013 lalu, ada beberapa catatan yang menyangkut pendapatan Aceh yang harus segera di perbaiki oleh Pemerintah Aceh paling lambat 7 hari setelah Kepmendagri itu di keluarkan, yaitu:
1. Pendapatan Aceh yang bersumber dari Pajak sebesar Rp 622 milyar belum mencantumkan dasar hukum pemungutan, sehingga dalam keputusan tersebut merekomendasikan Pemerintah Aceh untuk mencantumkan dasar hukum dalam pemungutan Pajak Aceh tersebut.
2. Selanjutnya menyangkut retribusi daerah. Dimana retribusi daerah Pemerintah Aceh tahun 2013 di targetkan sebesar Rp 5,3 Milyar. Catatan penting dalam kepmendagri tersebut terhadap Retribusi Daerah yaitu pada beberapa SKPA tidak dapat dianggarakan sebagai pendapatan Aceh tahun 2013, mengingat dasar hukum pemungutan retribusi Aceh dimaksud yaitu ;
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Trayek, Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 1999 tentang retribusi pemakaian kekayaan daerah, Peraturan daerah nomor 9 tahun 1999 tentang pelayanan kesehatan dan peraturan daerah mengenai retribusi Daerah lainnya belum disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah.
“Kondisi ini tentu sangat tidak menguntungkan, diamana potensi penerimaan daerah dari sektor retribusi daerah akan berkurang,”ujar Hafidh
3. Hal lainnya yang menjadi cacatan dari Kepmendagri tersebut yaitu pendapatan Aceh dari Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi hasil bukan Pajak, Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi serta Dana Penyesuaian belum sesuai dengan dengan jumlah yang tercantum dalam beberapa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Sehingga dalam keputusan tersebut direkomendasikan Pemerintah Aceh harus menyesuaikan jumlah pendapatan Aceh dengan jumlah yang tercantum dalam peraturan Menteri Keuangan Tersebut. Point yang tidak sesuai yaitu:
a. Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi hasil bukan Pajak yang di cantumkan Pemerintah Aceh dalam APBA sebesar Rp 441.495.548.862 sementara dari rincian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang dimuat dalam Kepmendagri tersebut sebesar Rp. 468.187.375.064. disini ada selisih sebesar Rp 26.691.826.202 yang seharusnya menjadi tambahan Penerimaan Aceh.
b.Sementara Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi yang di catat pemerintah Aceh dalam APBA 2013 sebesar Rp 1.024.984.041.697, sementara dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Alokasi Tambahan Dana Bagi Hasil yang dimuat dalam Kepmendagri tersebut sebesar Rp 827.361.254.000. dengan demikian ada selisih sebesar Rp 197.622.787.697 yang akan mengurangi Penerimaan Aceh sebagaimana yang telah dicatat Pemerintah Aceh dalam APBA 2013.
Terkait dengan persoalan tersebut, MaTA menilai, Pemerintah Aceh belum sinergi dalam melakukan komunikasi dengan Pemerintah Pusat. Terkait pemetaan pendapatan Aceh pada sektor Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi hasil bukan pajak.
“Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi serta Dana Penyesuaian. Hal ini tentu akan mempengaruhi Belanja Aceh selama tahun 2013,” tutur Hafidh.
Tidak disitu saja, MaTA menyakini bahwa pada Belanja Pemerintah Aceh juga akan mengalami banyak koreksi dari Mendagri. Hal ini tentunya semakin memperlambat realisasi Pembangunan Aceh tahun 2013.
“Lagi-lagi masyarakat yang dikorbankan.” Kata Hafidh.
MaTA berharap Pemerintah Aceh segera menindaklanjuti review dari Mendagri tersebut jika tidak ingin Qanun tentang APBA 2013 serta Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran APBA 2013 di batalkan oleh Mendagri.
Jika hal itu terjadi, sudah dapat dipastikan yang berlaku tahun 2013 nantinya adalah anggaran yang sama dengan Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun 2012. Dan ini tentunya sangat merugikan masyarakat Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar