Iboih adalah suatu kawasan wisata pantai di daerah Sabang, Indonesia. Bersama dengan Gapang, Iboih merupakan daerah favorit untuk berekreasi dan melepaskan penat. Perairan di sekeliling pulau Sabang merupakan perairan laut lepas yang diapit oleh Selat Malaka dan Samudra Hindia. Di sekitar pantai Iboih juga terdapat resort-resortdan restoran untuk para wisatawan yang bermalam.
Saat pertama kali tiba di Pantai Iboih, Pulau Weh, 25 Juni 2007, langsung terbayang di kepala saya film The Beach yang dibintangi Leonardo de Caprio. Gimana nggak? Lokasinya tersembunyi di balik bukit, hutan tropis lebat, dan rumah-rumah panggung di tebing-tebing karang. Lalu, pantai yang putih bersih dan berpasir lembut, cuma sekitar 150 meter saja panjangnya. Mirip gambaran di film itu. Bandingkan aja dengan Pantai Sanur 5 kilometer, apalagi Pantai Kuta yang memanjang sampai sekitar 12 kilometer. Rumah-rumah panggung ini milik penduduk lokal yang menyewakannya buat turis, khususnya backpackers. Bungalow sederhana, kamar mandi luar, dipatok antara Rp.50.000,- hingga Rp.75.000,- . Sementara kamar dengan kamar mandi dalam sekitar Rp.150.000,-. Sedikit beda dengan tipe turis dan penginapan di Gapang beach, yang lebih bagus dengan harga lebih tinggi.
Tapi, biar minim fasilitas, soal pemandangan di pantai Iboih jangan ditanya….ciamik abis….bak surga tersembunyi…. Pulau Rubiah yang terkenal untuk menyelam, sudah ada di depan mata. Trus, ditambah suasananya yang semarak, mirip “mini Kuta”. Kalau malam ada kafe yang nyetel music house dan hip-hop. Turis dan penduduk lokal pun berbaur, bahkan bisa dibilang berbagi hidup. Paling nggak, sharing kamar mandi dan sumur timba.
Penduduknya pun udah bisa tersenyum lantaran pariwisata mulai bangkit setahun terakhir ini. Pasalnya, meski tidak ada korban jiwa dari desa ini, beberapa bungalow yang lebih dekat ke laut rusak, termasuk Rubiah Tirta Divers, satu-satunya operator penyelaman di Iboih. Setahun lebih, pariwisata nyaris “mati suri” dan makin menyengsarakan penduduk yang menggantungkan hidupnya dari kunjungan wisatawan.
Di lokasi inilah, bersama Fauna & Flora International (FFI), Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI) mendahului tim Reef Indonesia 2007 mengadakan sertifikasi RC EcoDiver bagi 8 penyelam lokal: 2 (FFI), 1 (Universitas Syiah Kuala Banda Aceh), 1 (Bapedalda Sabang), 1 (Rubiah Tirta Diver) dan 3 dari Aceh Coral Conservation (ACC).
Empat dari mereka kemudian bergabung dalam kegiatan pemantauan terumbu karang bersama tim Reef Indonesia. Menurut Joni dari FFI, penyelam-penyelam yang telah dilatih Reef Check survey selanjutnya akan dilibatkan dalam pemantauan terumbu karang di perairan Pulau Weh, dan juga melanjutkan survey yang telah dilakukan tim Reef Indonesia.
Nah, misi Reef Indonesia di Pulau Weh nggak bakal berhenti sampai di trip yang lalu. Tapi bakal berkelanjutan. Harapannya, dari data yang dikumpulkan, kawan-kawan di Weh, termasuk pemerintah setempat, bisa mengambil langkah tepat dalam pengelolaan terumbu karang sehingga lestari dan dapat menunjang perekonomian masyarakat. Termasuk para penyelam pasti diuntungkan dong, karena kawasan terumbu karangnya terjaga.
Penulis | Pariama Hutasoit | YRCI |Sumber | Kompas
PHOTO | Van ALVIN
Saat pertama kali tiba di Pantai Iboih, Pulau Weh, 25 Juni 2007, langsung terbayang di kepala saya film The Beach yang dibintangi Leonardo de Caprio. Gimana nggak? Lokasinya tersembunyi di balik bukit, hutan tropis lebat, dan rumah-rumah panggung di tebing-tebing karang. Lalu, pantai yang putih bersih dan berpasir lembut, cuma sekitar 150 meter saja panjangnya. Mirip gambaran di film itu. Bandingkan aja dengan Pantai Sanur 5 kilometer, apalagi Pantai Kuta yang memanjang sampai sekitar 12 kilometer. Rumah-rumah panggung ini milik penduduk lokal yang menyewakannya buat turis, khususnya backpackers. Bungalow sederhana, kamar mandi luar, dipatok antara Rp.50.000,- hingga Rp.75.000,- . Sementara kamar dengan kamar mandi dalam sekitar Rp.150.000,-. Sedikit beda dengan tipe turis dan penginapan di Gapang beach, yang lebih bagus dengan harga lebih tinggi.
Tapi, biar minim fasilitas, soal pemandangan di pantai Iboih jangan ditanya….ciamik abis….bak surga tersembunyi…. Pulau Rubiah yang terkenal untuk menyelam, sudah ada di depan mata. Trus, ditambah suasananya yang semarak, mirip “mini Kuta”. Kalau malam ada kafe yang nyetel music house dan hip-hop. Turis dan penduduk lokal pun berbaur, bahkan bisa dibilang berbagi hidup. Paling nggak, sharing kamar mandi dan sumur timba.
Penduduknya pun udah bisa tersenyum lantaran pariwisata mulai bangkit setahun terakhir ini. Pasalnya, meski tidak ada korban jiwa dari desa ini, beberapa bungalow yang lebih dekat ke laut rusak, termasuk Rubiah Tirta Divers, satu-satunya operator penyelaman di Iboih. Setahun lebih, pariwisata nyaris “mati suri” dan makin menyengsarakan penduduk yang menggantungkan hidupnya dari kunjungan wisatawan.
Di lokasi inilah, bersama Fauna & Flora International (FFI), Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI) mendahului tim Reef Indonesia 2007 mengadakan sertifikasi RC EcoDiver bagi 8 penyelam lokal: 2 (FFI), 1 (Universitas Syiah Kuala Banda Aceh), 1 (Bapedalda Sabang), 1 (Rubiah Tirta Diver) dan 3 dari Aceh Coral Conservation (ACC).
Empat dari mereka kemudian bergabung dalam kegiatan pemantauan terumbu karang bersama tim Reef Indonesia. Menurut Joni dari FFI, penyelam-penyelam yang telah dilatih Reef Check survey selanjutnya akan dilibatkan dalam pemantauan terumbu karang di perairan Pulau Weh, dan juga melanjutkan survey yang telah dilakukan tim Reef Indonesia.
Nah, misi Reef Indonesia di Pulau Weh nggak bakal berhenti sampai di trip yang lalu. Tapi bakal berkelanjutan. Harapannya, dari data yang dikumpulkan, kawan-kawan di Weh, termasuk pemerintah setempat, bisa mengambil langkah tepat dalam pengelolaan terumbu karang sehingga lestari dan dapat menunjang perekonomian masyarakat. Termasuk para penyelam pasti diuntungkan dong, karena kawasan terumbu karangnya terjaga.
Penulis | Pariama Hutasoit | YRCI |Sumber | Kompas
PHOTO | Van ALVIN
Posting Komentar