Jakarta - Bantahan Kementerian Kehutanan (Kemhut) terkait rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Aceh dianggap keliru.
Pimpinan perusahaan East Asia Minerals Corporation di Kanada Ed Rochette baru saja mengumumkan "kemajuan baik & berita positif" bagi kegiatan ekstraksi mineral di Aceh, seperti diberitakan media Australia, Kamis (18/4) kemarin.
"Pengumuman perusahaan ini mengutip Anwar, Ketua Komite RTRW Aceh, yang menyatakan Kemhut telah menerima hampir 100 persen RTRW baru yang mengubah area yang sebelumnya hutan lindung untuk lahan ekstraksi mineral, konsesi kayu dan perkebunan sawit. Perusahaan ini ikut aktif dalam perancangan usul RTRW baru yang memberikan 1 juta ha untuk tambang, 416,086 ha utk kayu, & 256.250 ha kelapa sawit," kata Aktivis HAM Usman Hamid dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (19/4).
Sekelompok tokoh pemuda di Jakarta yang memiliki keahlian bidang lingkungan dan tata kota meminta Gubernur dan DPR Aceh untuk membatalkan perubahan RTRW yang diduga sengaja diubah agar alih fungsi tersebut terkesan legal dan legitimate.
UNEP-TUNZA Global Youth Advisor, Gracia Paramitha, menyatakan hutan lindung yang dialihfungsikan itu terlalu besar.
"Hutan lindung seharusnya tidak dibabat untuk tujuan komersial. Daya rusaknya mengorbankan kepentingan masa depan generasi bangsa," tegasnya.
Karena itulah, muncul ajakan kepada masyarakat untuk menandatangani petisi di www.change.org/saveAceh yang kini didukung 17.804 pengguna sosial media.
Seorang penandatangan Deasy Elsara menyatakan, Indonesia dikenal luas hutan tropisnya, keanekaragaman hayati.
"Saya tak ingin penerus bangsa hanya tahu kekayaan itu dari buku sejarah. Kita harus hentikan," katanya.
Sementara Usman Hamid yang juga pendiri change.org menegaskan,pengumuman East Asia Minerals tersebut mengkonfirmasi dugaan warga Tamiang dan pembuat petisi #saveAceh ttg 1,2 jt ha yg dikonversi RTRW.
Padahal, lanjut dia, sampai Jumat lalu, 12 April lalu, Kemhut masih membantah dengan mengatakan bahwa konsesi itu hanya seluas 150 ribu ha.
Penulis: C-6/FEB
Sumber:Suara Pembaruan
Pimpinan perusahaan East Asia Minerals Corporation di Kanada Ed Rochette baru saja mengumumkan "kemajuan baik & berita positif" bagi kegiatan ekstraksi mineral di Aceh, seperti diberitakan media Australia, Kamis (18/4) kemarin.
"Pengumuman perusahaan ini mengutip Anwar, Ketua Komite RTRW Aceh, yang menyatakan Kemhut telah menerima hampir 100 persen RTRW baru yang mengubah area yang sebelumnya hutan lindung untuk lahan ekstraksi mineral, konsesi kayu dan perkebunan sawit. Perusahaan ini ikut aktif dalam perancangan usul RTRW baru yang memberikan 1 juta ha untuk tambang, 416,086 ha utk kayu, & 256.250 ha kelapa sawit," kata Aktivis HAM Usman Hamid dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (19/4).
Sekelompok tokoh pemuda di Jakarta yang memiliki keahlian bidang lingkungan dan tata kota meminta Gubernur dan DPR Aceh untuk membatalkan perubahan RTRW yang diduga sengaja diubah agar alih fungsi tersebut terkesan legal dan legitimate.
UNEP-TUNZA Global Youth Advisor, Gracia Paramitha, menyatakan hutan lindung yang dialihfungsikan itu terlalu besar.
"Hutan lindung seharusnya tidak dibabat untuk tujuan komersial. Daya rusaknya mengorbankan kepentingan masa depan generasi bangsa," tegasnya.
Karena itulah, muncul ajakan kepada masyarakat untuk menandatangani petisi di www.change.org/saveAceh yang kini didukung 17.804 pengguna sosial media.
Seorang penandatangan Deasy Elsara menyatakan, Indonesia dikenal luas hutan tropisnya, keanekaragaman hayati.
"Saya tak ingin penerus bangsa hanya tahu kekayaan itu dari buku sejarah. Kita harus hentikan," katanya.
Sementara Usman Hamid yang juga pendiri change.org menegaskan,pengumuman East Asia Minerals tersebut mengkonfirmasi dugaan warga Tamiang dan pembuat petisi #saveAceh ttg 1,2 jt ha yg dikonversi RTRW.
Padahal, lanjut dia, sampai Jumat lalu, 12 April lalu, Kemhut masih membantah dengan mengatakan bahwa konsesi itu hanya seluas 150 ribu ha.
Penulis: C-6/FEB
Sumber:Suara Pembaruan
Posting Komentar