Kepala BIN Marciano Norman |
"Kalau dibiarkan, pasti pro dan kontra (soal bendera Aceh) itu akan menjadi konflik," kata Kepala BIN Letjen Marciano Norman kepada wartawan, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (04/04) siang, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Andreas Nugroho.
Berita terkait
Hal ini diutarakan Kepala BIN menanggapi perkembangan terakhir persoalan bendera Aceh, yang hari ini ditandai unjuk rasa pendukung bendera Aceh di Banda Aceh saat Mendagri dan Gubernur Aceh bertemu membahas persoalan ini.
Para pendemo yang membawa bendera Gerakan Aceh Merdeka, GAM, menuntut agar pemerintah pusat tidak menolak bendera Aceh yang telah disahkan DPR Aceh tersebut.
Aparat TNI bersenjata lengkap, termasuk tiga panser, dikerahkan untuk membantu aparat kepolisian menghadang ratusan orang pengunjuk rasa yang hendak mendekati lokasi pertemuan.
Lebih lanjut Marciano mengkhawatirkan, perdamaian RI-GAM yang telah dicapai melalui proses panjang akan menjadi rusak akibat polemik soal bendera Aceh.
"Sayang (perdamaian) Aceh yang sudah dicapai sebaik ini, dirusak oleh emosi dalam mendorong potensi konflik untuk mengibarkan bendera itu," kata Marciano.
Ego kelompok
Marciano kemudian meminta semua pihak di Aceh bersama-sama menjaga agar konflik itu tidak terjadi.
Kepala BIN Marciano Norman khawatir, polemik soal bendera Aceh akan berubah menjadi konflik terbuka.
"Jangan korbankan (perdamaian Aceh) karena ego dari sekelompok saja," katanya.
Menurut Marciano, semua provinsi di seluruh Indonesia, seharusnya merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) tentang lambang daerah, yang isinya melarang bendera atau simbol separatisme.
"Sehingga kita berharap, pemerintah daerah, dalam hal ini gubernur dan jajarannya bisa bersikap lebih baik menyikapi masalah bendera," kata Marciano.
Dia berharap pertemuan Mendagri dan jajaran pimpinan Pemerintah Aceh dapat menyelsaikan persoalan bendera Aceh.
"Saya harap ini tidak bertepuk sebelah tangan. Jadi, Pemerintah Aceh bisa menanggapi upaya pemerintah dengan sebaik-baiknya," katanya lagi.
Kemendagri telah memberi waktu 15 hari kepada Pemerintah Aceh sejak Selasa (2/4) lalu untuk mengevaluasi qanun tersebut, yang ditandai pertemuan Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan dengan Gubernur Aceh dan jajarannya di Banda Aceh.
Senin (1/4) lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga meminta agar persoalan bendera Aceh bisa diselesaikan secara cepat dan tidak berkepanjangan.
Sementara, Pemerintah Aceh sejauh ini tetap bersikukuh bahwa aturan tentang bendera dan lambang yang baru disahkan tidak melanggar aturan yang ada di atasnya.
Perbedaan ini kemudian melahirkan aksi massa kelompok pendukung bendera Aceh dan yang menolaknya di sejumlah wilayah di Aceh.
Sumber |
Posting Komentar