Foto: Sultan Alaydinsyah |
"Kami menolak PP ini karena inkonstitusional dan lahir tidak sesuai dengan UU Nomor 11/2006 tentang pemerintahan Aceh atau UUPA," kata Zahri, di Banda Aceh, Kamis. Sebelumnya, Komisi A DPRD Aceh dan sejumlah Komisi A DPRD kabupaten/kota menggelar pertemuan tertutup di ruang serba guna DPRD Aceh di Banda Aceh.
Pertemuan tertutup tersebut membahas hasil klarifikasi Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, terkait Peraturan Daerah Aceh Nomor 3/2013 tentang bendera dan lambang Aceh. Fauzi telah datang ke Banda Aceh, menyatakan, pemerintah Provinsi Aceh sebaiknya fokus pada penyejahteraan rakyat di provinsi itu.
Aceh sempat mundur pembangunannya saat disapu tsunami besar pada 26 Desember 2004, menewaskan sekitar 130.000 warganya. Peristiwa ini juga yang mendorong rekonsiliasi di Aceh, ditandai penandatanganan Kesepakatan Helsinki. Tidak boleh lagi ada aktivitas separatisme di Aceh pun pembangunan harus diutamakan.
Menurut Zahri, ada 13 hal klarifikasi peraturan daerah tentang bendera dan lambang Provinsi Aceh yang meliputi aspek psikologis, sosiologis, dan yuridis. Aspek yuridisnya adalah PP Nomor 77/2007.
Ia mengatakan, peraturan pemerintah itu lahir tidak menjiwai amanah UU PA, terutama pasal 8, disebutkan setiap kebijakan pemerintah pusat terhadap Aceh harus dilakukan konsultasi dengan pemerintah Provinsi Aceh.
Ia mengatakan ada keanehan dalam PP 77/2007. Keanehannya seperti penabalan separatis bagi kelompok-kelompok tertentu, termasuk GAM. Padahal, dalam negara hukum, penabalan separatis harus memiliki ketetapan hukum dari pengadilan atau mahkamah.
Menurut Zahri, ada 13 hal klarifikasi peraturan daerah tentang bendera dan lambang Provinsi Aceh yang meliputi aspek psikologis, sosiologis, dan yuridis. Aspek yuridisnya adalah PP Nomor 77/2007.
Ia mengatakan, peraturan pemerintah itu lahir tidak menjiwai amanah UU PA, terutama pasal 8, disebutkan setiap kebijakan pemerintah pusat terhadap Aceh harus dilakukan konsultasi dengan pemerintah Provinsi Aceh.
Ia mengatakan ada keanehan dalam PP 77/2007. Keanehannya seperti penabalan separatis bagi kelompok-kelompok tertentu, termasuk GAM. Padahal, dalam negara hukum, penabalan separatis harus memiliki ketetapan hukum dari pengadilan atau mahkamah.
Sumber: antara news
Posting Komentar