KabarIndonesia – Problematika kompetisi perebutan lahan tinggal antara harimau dan manusia disepanjang Taman Nasional Gunung Leuser terus menciptakan konflik frontal. Eksplorasi kekayaan alam bumi Aceh serta perburuan harimau Leuser dengan dalih penanganan konflik dipercaya memberikan kontribusi terbesar bagi kepunahan kucing besar, cryptic top predator darat hutan hujan Sumatera.
Hasil pemantauan lapangan di Aceh Tenggara menunjukan sebanyak 17 ekor harimau sumatera ditemukan mati dalam 29 kasus konflik harimau-manusia. Temuan kasus kematian harimau ini mayoritas disebabkan karena diracun oleh warga yang marah dan ditunggangi pemburu profesional.
”Khusus penanganan harimau terjerat di batas kebun semak warga harus cepat ditangani, jika tidak harimaunya akan dibunuh dan dikuliti. Tahun 2010 merupakan kasus kematian harimau terbanyak, dimana 11 ekor harimau tercatat telah mati tersiksa, salah satunya dipukul kepalanya menggunakan batu oleh warga di Desa Batu hamparan,” ujar Herwansyah, Team Leader Widllife Response Unit, Wildlife Conservation Society, pada Sabtu (4/5).
Kasus menarik lainnya adalah seorang kakek berusia 63 tahun, berinisial MA, asal Kabupaten Aceh tenggara diduga kuat merupakan pemburu handal harimau endemik Taman Nasional Gunung Leuser.
Kakek MA yang telah menjadi pemburu lebih dari 33 tahun itu mengakui sedikitnya telah membunuh 100 ekor harimau sumatera menggunakan senpi di Aceh Tenggara sejak 1980. Pengepul tubuh harimau terbesar di Kabupaten Aceh Tenggara adalah Toko Emas di Pajak Tingkat.
”Harga bagian dari tubuh harimau selain daging adalah bervariasi. Sebelumnya, pada Februari 2011, beberapa warga Muara Keminjen Kecamatan Badar telah mengkonsumsi daging dari dua ekor harimau yang tewas di jerat warga Desa Pulau Piku Kecamatan Darul Hasanah Kabupaten Aceh Tenggara. Dua ekor harimau tersebut sengaja dijerat oleh warga Pulau Piku yang marah karena telah memangsa tiga ekor sapi ternak mereka,” tegas Herwansyah.
THC di Aceh Selatan dan Tenggara
Beberapa peneliti dari WCS saat ini sedang mempelajari pola Tiger Human Conflict (THC) di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara secara ilmiah dan dapat dipercaya. Selain itu para peneliti ini melakukan pembuatan peta THC terkini hasil observasi dilapangan. “Setiap kepala Desa yang kami temui mempercayai adanya korelasi THC antara Aceh Selatan dan Aceh tenggara. Jika THC meningkat di Aceh Selatan maka THC di Aceh Tenggara akan menurun dan begitu pula sebaliknya,” ungkap Herwansyah.
Warga berharap adanya respon positif dan nyata dari instansi pemerintah, khususnya Balai Besar TNGL dan BKSDA Aceh dalam menindaklanjuti setiap laporan warga prihal terjadinya THC di lahan agraria warga, sehingga meminimalisir jatuhnya korban dari kedua belah pihak. (*)
Foto: Harimau Leuser tertangkap kamera trap WCS bekerjasama dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser Tahun 2010
Hasil pemantauan lapangan di Aceh Tenggara menunjukan sebanyak 17 ekor harimau sumatera ditemukan mati dalam 29 kasus konflik harimau-manusia. Temuan kasus kematian harimau ini mayoritas disebabkan karena diracun oleh warga yang marah dan ditunggangi pemburu profesional.
”Khusus penanganan harimau terjerat di batas kebun semak warga harus cepat ditangani, jika tidak harimaunya akan dibunuh dan dikuliti. Tahun 2010 merupakan kasus kematian harimau terbanyak, dimana 11 ekor harimau tercatat telah mati tersiksa, salah satunya dipukul kepalanya menggunakan batu oleh warga di Desa Batu hamparan,” ujar Herwansyah, Team Leader Widllife Response Unit, Wildlife Conservation Society, pada Sabtu (4/5).
Kasus menarik lainnya adalah seorang kakek berusia 63 tahun, berinisial MA, asal Kabupaten Aceh tenggara diduga kuat merupakan pemburu handal harimau endemik Taman Nasional Gunung Leuser.
Kakek MA yang telah menjadi pemburu lebih dari 33 tahun itu mengakui sedikitnya telah membunuh 100 ekor harimau sumatera menggunakan senpi di Aceh Tenggara sejak 1980. Pengepul tubuh harimau terbesar di Kabupaten Aceh Tenggara adalah Toko Emas di Pajak Tingkat.
”Harga bagian dari tubuh harimau selain daging adalah bervariasi. Sebelumnya, pada Februari 2011, beberapa warga Muara Keminjen Kecamatan Badar telah mengkonsumsi daging dari dua ekor harimau yang tewas di jerat warga Desa Pulau Piku Kecamatan Darul Hasanah Kabupaten Aceh Tenggara. Dua ekor harimau tersebut sengaja dijerat oleh warga Pulau Piku yang marah karena telah memangsa tiga ekor sapi ternak mereka,” tegas Herwansyah.
THC di Aceh Selatan dan Tenggara
Beberapa peneliti dari WCS saat ini sedang mempelajari pola Tiger Human Conflict (THC) di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara secara ilmiah dan dapat dipercaya. Selain itu para peneliti ini melakukan pembuatan peta THC terkini hasil observasi dilapangan. “Setiap kepala Desa yang kami temui mempercayai adanya korelasi THC antara Aceh Selatan dan Aceh tenggara. Jika THC meningkat di Aceh Selatan maka THC di Aceh Tenggara akan menurun dan begitu pula sebaliknya,” ungkap Herwansyah.
Warga berharap adanya respon positif dan nyata dari instansi pemerintah, khususnya Balai Besar TNGL dan BKSDA Aceh dalam menindaklanjuti setiap laporan warga prihal terjadinya THC di lahan agraria warga, sehingga meminimalisir jatuhnya korban dari kedua belah pihak. (*)
Foto: Harimau Leuser tertangkap kamera trap WCS bekerjasama dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser Tahun 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar