Home

Selasa, 25 Juni 2013

Amien Rais: BLSM banyak mudharatnya

(WOL Photo)
JAKARTA - Politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais, memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah membagi-bagi bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kritikan itu disampaikan Amien Rais kepada Rakyat Merdeka Online disela-sela acara pelatihan Kokam dan SAR Pemuda Muhammadiyah di Rindam Jaya, Condet, Jakarta Timur, hari ini.

"Sejak dulu saya bersikap kritis kepada BLT hingga sekarang BLSM. Karena negara kita itu mungkin sendirian di dunia ini yang membagi uang tunai kepada sebagian rakyatnya sekalipun dengan tujuan mulia," ujarnya.

Lebih lanjut Amien juga membeberkan beberapa hal yang menyebabkan BLSM menjadi kontroversial. Pertama program tersebut bisa menjadi alat politik partai penguasa, kedua tidak edukatif, karena mendidik warga menjadi peminta-minta dan mengharap-harap belas kasihan, dan ketiga, tidak mau melakukan bersikeras mencari solusi masalah BBM.

Amien juga dengan tegas menyatakan jika sebaiknya bentuk bantuan seperti itu tidak boleh diulangi lagi oleh pemimpin manapun di masa mendatang.

"Lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Ini tidak boleh diulangi oleh Presiden manapun juga," tegas mantan Ketua MPR RI itu.
Di sisi lain, pemerintah juga melanggar pembukaan UUD 45 atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kalau ternyata kebijakan itu menyengsarakan rakyat.

Dalam pembukaan UUD 45 disebutkan, memberikan kesejahteraan umum sebenarnya bukan tujuan bernegara tapi tugas negara. Jadi, kebijakan pemerintah itu bukan hanya melanggar pasal, tapi juga melanggar isi pembukaan UUD 45.

Demikian dikatakan pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf dalam liris yang diterima wartawan, hari ini.

Sebelumnya, Asep menyatakan, Presiden bisa dimakzulkan atau di-impeacht jika terbukti kebijakannya menaikkan harga BBM bersubdisi bikin rakyat sengsara. Presiden dapat diajukan ke MK oleh DPR dengan landasan terjadi pelanggaran pasal 33 UUD 45.

Lebih jauh dia menjelaskan, kalau hanya menguasai tapi tidak melaksanakan kewajiban, itu namanya bukan negara tapi penjajah. Karena hanya penjajah yang mau menguasai tanpa memberikan hak masyarakat.

“Sayangnya meski telah terjadi pelanggaran yang nyata-nyata oleh pemerintah, DPR yang adalah bagian dari Negara dan bertugas mengkontrol serta mewakili rakyat telah berubah menjadi wakil parpol.Terlebih dengan adanya koalisi atau Setgab pendukung pemerintahan," keluhnya.

"Rasanya sulit mengharapkan DPR mengajukan hal ini ke MK. Begitu juga dengan pengadilan umum, dengan dalih bahwa ini merupakan kebijakan politik yang tidak bisa disidangkan, pengadilan negeri dan PTUN pun menolak berbagai gugatan terkait hal-hal seperti ini,” imbuhnya.

Dan pelanggaran konsitisi pun selalu diarahkan untuk diselesaikan secara politik. Inilah menurut Asep yang merusak seluruh tatanan bernegara. UUD 45, tegasnya, yang merupakan dasar negara pun tidak dipedulikan lagi. "Penyelesaian secara politik sama sekali tidak membawa perubahan pada rakyat," demikian Asep.

Sumber: waspada online
[jemp]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar