Tips Dan Trik

Kuliner khas Aceh saat puasa, dari kanji rumbi hingga nasi briyani

MANGKUK besar itu berisi kuah putih bercampur beras ketan, pisang, santan, dan gula. Aroma wangi mengepul. Sepintas terlihat seperti kolak. Ini kuliner khas Simeulue yang kerap disajikan sebagai penganan khas Puasa. Memek, begitulah nama makanan ini. Kuliner tersebut sudah diwariskan secara turun-temurun di Simeulue.

Masakan itu biasanya disajikan dalam setiap acara. "Sejak kecil, saya sudah kenal dengan makanan itu, termasuk menjadi hidangan menu makanan berbuka puasa," kata Fauzi, 52 tahun, warga Kota Sinabang, Jumat pekan lalu.

"Tidak perlu kita malu dengan sebutan nama makanan itu. Memang sudah baku dalam bahasa Simeulue, serta sulit kita temukan di daerah lain," kata Hardiman, warga Simeulue lainnya.

Ketua Dekranas Simeulue, H. Efrida Soetan Riswan, menambahkan menu makanan memek merupakan jenis makanan yang sangat khas dan diwariskan secara turun-temurun. “Sejak nenek moyang kita di Simeulue, dan dalam waktu dekat segera dipatenkan," ujarnya.

Kata dia, makanan ini diramu dari berbagai jenis bahan yang mudah ditemukan, yakni dari beras ketan, pisang, santan, gula, garam, serta air bersih secukupnya.

Beras ketan disangrai dalam belanga hingga matang, lalu dimasukkan ke dalam baskom, dan diaduk dengan pisang. Selanjutnya ke dalam baskom tadi dimasukkan santan.

Untuk menambah rasa manis, kata dia, tergantung selera lidah, bisa ditambah gula dan garam secukupnya, kemudian memek siap disajikan.

"Karena beras itu dikunyah keras dengan waktu yang lama, maka disebut memek," kata Efrida lagi.
Kelebihan kuliner memek, kata dia,  karena memiliki nutrisi dan khasiat untuk menurunkan suhu panas tubuh. "Makanya sering menjadi menu spesial berbuka puasa,” kata dia.

***

DI Pidie, kuliner khas selama Ramadan dikenal dengan sebutan boh rôm-rôm. Kuliner ini juga dikenal dengan sebutan onde onde dalam bahasa Indonesia.

Boh rôm rôm terbuat dari tepung ketan dan berbentuk bulat. Di dalamnya ada gula aren. “Boh rôm rôm sering menjadi hidangan di atas meja makan kami sekeluarga saat berbuka puasa," kata Nurhayati, 57 tahun, ibu rumah tangga, warga Gampông Keutapang, Indra Jaya, Kabupaten Pidie, Kamis pekan lalu.

Menurutnya, boh rôm-rôm kuliner yang telah dibuatnya secara turun-temurun dan sering menjadi penganan alternatif  berbuka puasa.

"Mungkin karena cara menyajikannya yang  tidak rumit, dan tidak perlu mengeluarkan biaya mahal,” kata dia.

Boh rôm-rôm, kata Nurhayati lagi, sengaja dibuat kecil-kecil agar mudah dimasukkan ke mulut. “Tidak perlu digigit setengah, nanti gula merah di dalamnya bisa muncrat,” ujar dia.

***

Di Kabupaten Aceh Barat Daya, kuliner khas selama Ramadan dikenal dengan sebutan lupèk tupông. Selain itu juga dikenal penganan lainnya seperti kue naga sari yang terbuat dari ubi.

Kuliner lain yang juga ada di Negeri Breuh Si Geupai ini adalah peungat atau bue payéh. Dalam bahasa Indonesia, penganan ini sering disebut juga kolak.

Peungat terbuat dari ketan hitam serta dibungkus dengan daun pisang berbentuk segi tiga yang diikat dengan lidi. Peungat ini biasanya dicampur dengan sari air kelapa, buah pisang, ubi, ketela, serta buah duku.

“Kue ini jadi penganan wajib selama Ramadan dan diwariskan secara turun-temurun di tempat kami,” kata Dasmi, seorang ibu rumah tangga di Gampông Padang Sikabu, Kecamatan Kuala Batee.

Di Aceh Barat, kuliner khas selama Puasa dikenal dengan sebutan lemang. Lemang makanan dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu yang telah dilapisi daun pisang di dalamnya.

Cara pembuatannya, tepung beras dicampur santan kelapa, kemudian campuran itu dimasukkan ke dalam seruas bambu, lalu dilayu sampai matang. Lemang lebih nikmat disantap hangat-hangat.

Cara mengonsumsi lemang berbeda-beda di setiap daerah. Ada yang senang menikmatinya dengan cara manis (ditambah selai, kinca, srikaya) atau dengan cara asin (rendang, telur, dan lauk-pauk lainnya), atau ada juga yang memakannya dengan durian.

***

KULINER khas yang berbeda juga terdapat di Kabupaten Pidie Jaya. Masyarakat di sana biasa menyantap penganan yang bernama nasi briyani, biriani atau beriani. Nasi ini sepintas mirip dengan nasi kuning, tetapi rasanya lebih gurih dan lezat, apalagi dengan tambahan daging kurma dan kari dalca.

Proses pembuatannya juga agak sulit, kata Ummy. Sebelum beras dimasak, terlebih dahulu rempah briyani ditumis dengan minyak sapi sampai harum, kemudian ditambahkan air, baru dimasukkan beras dan dimasak seperti biasa.

Saat memasak dalam adonan, beras juga diberi susu sebagai penggurih karena tidak menggunakan santan. Ketika nasi hampir matang, ditambahkan kacang mede dan kismis. “Rempah briyani dijual berbentuk bubuk dan sudah siap pakai.”

Yang menjadi ciri khas nasi briyani adalah sayur kari atau yang disebut dengan dalca. Isinya adalah sayur-sayuran yang dimasak kari, seperti terong, kacang panjang, dan daging cincang.

Selain dalca juga ada daging kurma. Daging kurma adalah istilah di Malaysia untuk nama masakan daging yang dimasak putih. Untuk tambahan bisa menggunakan papedom, sejenis kerupuk ubi, tetapi rasanya lebih enak.

Kuliner khas lainnya di Pidie Jaya adalah ie bu kanji. Kuliner ini bentuknya seperti bubur. Orang Aceh Rayek (Aceh Besar-red) menyebutnya ie bu peudah. Orang luar Aceh biasa menyebutnya dengan  bubur Aceh.

Proses pembuatan ie bu kanji di wilayah ini selama Ramadan boleh dikatakan unik. Ini karena untuk membuat ie bu kanji di bulan Ramadan, sebagian masyarakat melakukan rapat terlebih dahulu.

Hal ini seperti yang dilakukan masyarakat di lingkungan Teungku Lampucok, Gampông Ulee Gle, Kecamatan Bandar Dua, Kabupaten Pidie Jaya pada pertengahan bulan Syakban 1434 Hijriah yang lalu. Dalam rapat warga yang berlangsung pada Minggu malam, 24 Juni 2013 itu, hal utama yang dibahas adalah kenduri kanji.

"Malam ini kita bahas biaya kenduri kanji, karena kemarin harga BBM naik." Kata  Teuku M. Nasir Badal. Celoteh sesepuh Gampông yang akrab disapa Ampon Nasir itu sejenak membuat riuh peserta rapat saat itu. "Apa biaya masak kanji juga ikut naik?" ujar Umar, peserta rapat.

Dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh, terutama di Pidie Jaya, kenduri kanji pada bulan Puasa menjadi tradisi berbagi berkah.

Masyarakat secara sukarela membentuk kelompok dan mengumpulkan sejumlah uang untuk menanggung biaya produksi. Biasanya di setiap meunasah atau musala terdapat ie bu kanji dalam satu belanga besar yang siap dibagi gratis, satu jam sebelum menjelang waktu buka puasa.

Orang Aceh menyebut meureupè pèng kanji untuk kegiatan mengumpulkan sejumlah uang yang dibutuhkan untuk biaya ie bu kanji. Namun, bagi orang Aceh sekelas toké (sebutan untuk masyarakat Aceh kelas ekonomi mapan), biasanya mereka menanggung sendiri biaya saboh beulangong (satu kuali) kanji di lingkungan meunasah tempat orang kaya itu tinggal.

"Itu tradisi khas kita Aceh yang telah berlangsung lama, hampir semua orang Aceh pesisir melaksanakan kenduri kanji saban Ramadan," kata Usman M. Ali, 57 Tahun. Pria yang akrab disapa Keuchik Suman ini mengatakan kanji termasuk kategori penganan mewah. "Karena kita hanya dapat menikmatinya satu bulan sekali setiap tahun," ujar Keuchik Suman memberi alasan.

Bahan utama ie bu kanji terdiri dari beras yang sebagiannya ditumbuk dengan alat penumbuk padi tradisional (jeungki).

Beras itu kemudian dicampur dengan bumbu seperti lada, bunga lawang, jahe, kunyit, merica, daun salam, dan lainnya yang sudah dihaluskan hingga kering. Bumbu ini terdiri dari 44 macam bahan rempah-rempah.

Biaya untuk satu belanga besar ie bue kanji mencapai Rp300 ribu hingga Rp320 ribu. "Itu sudah masuk semua, termasuk biaya untuk juru masak," kata Ampon Nasir, salah seorang warga di Pidie Jaya. [] | AHMADI (Simeulue) | MUHAMMAD ISA (Pidie) | NASRUDDIN OOS (Aceh Barat Daya) | ARIF SURAHMAN (Pidie Jaya)

Sumber : atjehpost.com
Share this post :

Posting Komentar

 
Design By: Keude.Net | Support | CSS
Copyright © 2013. www.Aceh.us - menerima kiriman tulisan dan foto melalui email : Acehinfocom@yahoo.com
Pedoman Media Siber
INFO IKLAN