Home

Selasa, 02 Juli 2013

Pakar Hukum Tata Negara Unpar Bandung: UU Ormas lebihi penjajah

Foto: antara
JAKARTA - DPR RI akhirnya berhasil menggolkan Rancangan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) menjadi UU yang kemudian bersifat mengikat bagi seluruh warga negara melalui proses voting dalam Sidang Paripurna, hari ini. Namun, pengesahan UU Ormas masih menjadi polemik dan ditentang beberapa kalangan.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan, khawatir UU Ormas justru akan mengekang kebebasan rakyat Indonesia melebihi apa yang dilakukan oleh para penjajah. Penjajah seperti Belanda, kata Asep, tidak pernah membuat peraturan yang mengekang kebebasan masyarakat untuk membentuk ormas saat menjajah Indonesia.

"Niatnya awalnya mungkin baik tapi pada implementasinya kok melebihi penjajah. Belanda tidak melarang ormas, Belanda meyerahkan ormas untuk mengatur dirinya sendiri. Kalau melanggar pidana, maka akan ditindak KUHP. Nah, sekarang orang mau bentuk ormas harus lapor dulu dengan surat keterangan terdaftar (SKT)," kata Asep, siang tadi.

Menurutnya, ormas telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka dengan tujuan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat. Jika dalih pemerintah hendak mengatur ormas-ormas anarkis, maka UU Ormas tidak diperlukan, cukup menggunakan KUHP.

"Jika sekarang pemerintah merasa berhak mengatur ormas untuk mengatur ormas-ormas anarkis maka tidak diperlukan UU Ormas, cukup dengan KUHP saja. Biar bagaimanapun tindakan ormas yang anarkis harus ditindak karena dalam UU tidak bisa ormas melakukan aksi main hakim sendiri. Jadi memang niatnya untuk membungkam saja bukan untuk menegakkan hukum pidana, misalnya," tambahnya.

Dengan UU Ormas ini, maka berbagai kegiatan ormas yang dirasa tidak sesuai dengan keinginan penguasa bisa dibekukan karena ada pasal ormas tidak boleh melakukan kegiatan politik, selain juga penilaian mengenai ormas menjadi sangat subjektif. Tidak hanya itu, pembedaan ormas yang menjadi sayap politik partai dan juga ormas yang dibentuk masyarakat, dinilai Asep juga tidak bisa dibenarkan, karena ormas sayap partai cenderung mendapatkan berbagai kelebihan.

"UU Ormas itu harusnya untuk pembinaan dan bukan untuk mempidanakan ormas. Ketidakmampuan aparat hukum dalam menangani ormas anarkis tidak lantas perlu dibuat UU ini karena aparat hukum bisa menggunakan aturan yang telah ada. Jadi memang kesannya pemerintah mau mengekang saja kegiatan ormas. Ini makanya muncul pertentangan," tutup Asep.

Ketua Panitia Khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan, DPR siap mengawasi pelaksanaan UU Ormas. Diakuinya, regulasi tersebut pasti masih menimbulkan kontra dari berbagai kelompok. Tetapi, keberadaan UU Ormas tidak bisa ditawar lagi.

Sebelum disahkan, lanjut Malik, sosialisasi telah dilakukan lagi dengan pimpinan ormas-ormas besar bersama pimpinan fraksi dan pimpinan DPR. Atas komunikasi yang melibatkan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Pengurus Persekutuan Gereja-geraja Indonesia (PGI), Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) diputuskan pengubahan dan penyempurnaan pada beberapa pasal.

Sumber: waspada online
[jemp]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar