Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi |
“Mengapa itu (bendera Aceh) yang harus ditonjol-tonjolkan. Penting betul bendera-bendera seperti itu. Menurut saya lebih penting kesejahteraan,” pungkas Gamawan di sela-sela open house perayaan Idul Fitri 2013, Kamis (8/8/2013) di rumah dinasnya di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan.
Dia mengatakan, akibat pembahasan politik soal bendera Aceh yang berkepanjangan, program kesejahteraan rakyat Aceh terabaikan. Dia mengakui, ada rakyat Aceh yang memperhatikan persoalan bendera Aceh. Namun, tegasnya, lebih banyak yang lebih menginginkan kesejahteraan.
“Sekian juta rakyat Aceh menginginkan hidup lebih tentram, damai, dibanding beberapa 4.000 sampai 5.000 orang yang menaikkan bendera Aceh. Cuma gara-gara 5.000 orang, tertutup (keinginan) yang sekian juta,” katanya.
Penduduk Aceh saat ini sekitar 3,5 juta jiwa. Dia memberi ilustrasi, saat menjadi Gubernur Sumatera Barat, penduduk provinsi itu mencapai 5,5 juta jiwa, namun hanya diberi jatah APBD sekitar Rp 3,5 triliun. Tetapi, katanya, dengan dana yang lebih terbatas itu, dia membuat program yang menyejahterakan rakyatnya. Padahal, katanya, Aceh yang hanya berpenduduk sekitar 3,5 juta jiwa, memiliki APBD hingga Rp 12 triliun.
“Mestinya kan lebih cepat rakyat Aceh makmur, dengan 4 kali lipat APBD. Tapi karena energi habis selesakan itu saja. Ada saja yang tidak penting dibicarakan, terkait politik. Ini soal turun bendera, naik bendera, habis energi,” pungkas mantan Bupati Solok, Sumatera Barat itu.
Seperti diberitakan, Pemerintah pusat menilai Qanun (peraturan daerah) Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh melanggar UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan PP Nomor 77 tahun 2002 lantaran mirip lambang separatis Gerakan Aceh Merdeka.
Pemerintah Aceh menganggap Bendera dan Lambang Aceh bukan lambang serapartis. Pemerintah pusat sudah berkali-kali bertemu dengan pemerintah daerah dan DPR Aceh untuk membicarakan masalah tersebut.
Sumber: TheGobeJournal
[jemp]
Posting Komentar