"Selamat jalan ramadhan." Begitulah umat Islam akan menyampaikan ungkapan kesedihan karena bulan penuh rahmat, ampunan dan balasan surga akan segera berlalu.
Bagi umat Islam, kehadiran bulan ramadhan ibarat kedatangan kapal pesiar yang menjanjikan sebuah perjalanan spiritual istimewa. Semua umat Islam, apalagi mereka yang menghiasi dirinya dengan cahaya iman pasti akan penuh suka cita menjadi bagian dari penumpang kapal ramadhan.
Memang, semua karunia dan rahmat Allah SWT adalah istimewa dan karena itu sangat patut disambut dengan gembira oleh umat manusia (QS. Yunus ayat 58). Namun, karunia dan rahmat puasa di bulan ramadhan terasa begitu istimewa disebabkan inilah ibadah vertikal yang kepemilikannya dan pahalanya menjadi milik dan hak preogratif Allah SWT.
“Setiap amal anak Adam adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu bagiku dan Aku yang akan membalasnya (HR Bukhori).
Bulan ramadhan bagai skenario building dari Allah yang Maha Tahu (QS Al An’am :6:59) akan posisi umat manusia yang karena kelemahan dan kelalaiannya berakibat berkurangnya imun keimanan akibat polusi kehidupan. Doa yang menggambarkan keberserahandiri manusia dijawab Allah dengan ibadah yang bila dijalankan akan mendapat balasan langsung dari Allah.
Itulah barangkali mengapa Allah SWT memanggil secara khusus kepada mereka yang hendak di bantu langsung oleh Allah melalui puasa dengan panggilan khusus "Hai orang-orang yang beriman." Begitu pentingnya puasa Allah SWT malah mempromosikan puasa dengan menyebut sejarah umat terdahulu yang tertolong karena melaksanakan ibadah puasa.
Jika puasa sudah terbukti berguna bagi masa lalu, tentu saja mereka yang terdidik karena puasa di masa kini akan sangat berguna bagi masa depan. Mengapa?
Salah satu jawabannya karena puasa membangun watak kejujuran pribadi-pribadi. Mengapa puasa disebut sebagai milik Allah dan Allah juga yang akan membalasnya menunjukkan proses pembentukan watak kedirian yang melibatkan "campur tangan" Allah setelah setiap diri melalui proses berpuasa dengan benar, penuh iman dan takwa.
Maka sangat wajar kepada mereka yang berpuasa dengan benar akan mendapatkan dua kenikmatan yaitu (1) kenikmatan di saat berbuka (karena sudah berhasil menjadi diri yang jujur pada diri sendiri dan jujur dengan Allah SWT) yang diperoleh di saat berbuka dan idul fitri dan (2) kenikmatan di saat bertemu dengan Allah sebagai nikmat dari pahala yang diberikan olehNya (di negeri akhirat) kelak.
Perspektif puasa di bulan ramadhan itu, jika ditempatkan ke dalam usaha memperbaiki negeri tentu sangat bermanfaat. Puasa menjadi sarana strategis untuk perbaikan negeri. Rindu rakyat bersama agar terwujud sebuah negeri yang terbebas dari penyakit-penyakit sosial seperti korupsi atau penyalahgunaan kewenangan dapat dicegah melalui terapi puasa.
Itulah mengapa sangat tepat manakala segenap rakyat Aceh menjadikan momentum bulan ramadhan yang segera berlalu sebagai bulan perbaikan diri dan negeri. Pemerintah Aceh (provinsi-kabupaten) harus menjadi fasilitator dan katalisator utama untuk mensemarakkan kelanjutan ramadhan.
Ulama-ulama menjadi motivator umat agar berhasil dalam mempertahankan kualitas diri usai mengikuti bulan tarbiyah di sepanjang ramadan. Dan media bersama mesjid bisa menjadi komunikator untuk menebarkan pesan-pesan perbaikan negeri melalui insan-insan alumnus ramadan.
Dengan begitu, puasa diharapkan dapat menjadi gerakan perbaikan negeri untuk melengkapi segenap kegiatan usaha bersama lainnya yang kini sedang giat-giatnya dilakukan, juga disuarakan oleh segenap komponen. Semoga Allah merahmati kita semua. Amin
Risman A rachman - Atjehtoday.com
*Aneuk Pante Barat, Aceh
Posting Komentar