Sumberpost.com | Banda Aceh – Pelaksanaan UU No 44 tahun 1999 tentang Qanun Syariat Islam di Aceh masih mendapat tanggapan miring masyarakat. Hal itu disebabkan pemberitaan media yang tanpa klarifikasi terlebih dahulu kepada Dinas Syariat Islam.syariat islam
“Tujuan utama Syariat Islam bukan menghukum orang yang melanggar. Jadi, opini inilah yang ada di masyarakat hari ini,” kata Ketua Bidang (Kabid) Hukum Dinas Syariat Islam Aceh, Munawar A Djalil, saat sosialisasi Pemahaman Qanun Syariat Islam di Aula Rumoh PMI, Sabtu (5/10).
Ia menjelaskan, pemahaman itu terbentuk dari pemberitaan di media lokal saat terjadi eksekusi yang mengatasnamakan Syariat Islam. Dia mencontohkan kasus penutupan beberapa gereja di Aceh Singkil pada Juni 2012.
“Di media lokal pemberitaan itu tidak mencuri banyak perhatian, namun menjadi heboh saat dimuat di media nasional tanpa klarifikasi langsung kepada Dinas Syariat Islam. Hal ini membuat beberapa media internasional datang ke Aceh dan kasus ini termasuk dalam kasus internasional,” tambahnya.
Munawar menjelaskan, pada tahun 1979, kaum non muslim di Aceh Singkil menyepakati pembangunan rumah ibadah yang terdiri atas satu gereja dan tiga ondong-ondong (gereja kecil). Namun realitanya, mereka mendirikan satu gereja dan 26 ondong-ondong. “Bahkan menjadikan bangunan ruko sebagai tempat ibadah. Hal ini telah menyalahi administrasi. Oleh sebab itu, Pemerintah Aceh Singkil melakukan penertiban,” terangnya.
Akibat pemberitaan itu, lanjut Munawar, masyarakat dunia sekarang beropini bahwa Syariat Islam di Aceh tidak humanis. “Padahal dari dulu kita sangat menghormati non muslim yang tinggal di Aceh,” tuturnya.
Ia pun berharap, setiap pemberitaan media yang menyangkut Syariat Islam harus mengklarifikasi langsung kepada Dinas Syariat Islam terkait.[Desi Badrina]
sumber : http://sumberpost.com
“Tujuan utama Syariat Islam bukan menghukum orang yang melanggar. Jadi, opini inilah yang ada di masyarakat hari ini,” kata Ketua Bidang (Kabid) Hukum Dinas Syariat Islam Aceh, Munawar A Djalil, saat sosialisasi Pemahaman Qanun Syariat Islam di Aula Rumoh PMI, Sabtu (5/10).
Ia menjelaskan, pemahaman itu terbentuk dari pemberitaan di media lokal saat terjadi eksekusi yang mengatasnamakan Syariat Islam. Dia mencontohkan kasus penutupan beberapa gereja di Aceh Singkil pada Juni 2012.
“Di media lokal pemberitaan itu tidak mencuri banyak perhatian, namun menjadi heboh saat dimuat di media nasional tanpa klarifikasi langsung kepada Dinas Syariat Islam. Hal ini membuat beberapa media internasional datang ke Aceh dan kasus ini termasuk dalam kasus internasional,” tambahnya.
Munawar menjelaskan, pada tahun 1979, kaum non muslim di Aceh Singkil menyepakati pembangunan rumah ibadah yang terdiri atas satu gereja dan tiga ondong-ondong (gereja kecil). Namun realitanya, mereka mendirikan satu gereja dan 26 ondong-ondong. “Bahkan menjadikan bangunan ruko sebagai tempat ibadah. Hal ini telah menyalahi administrasi. Oleh sebab itu, Pemerintah Aceh Singkil melakukan penertiban,” terangnya.
Akibat pemberitaan itu, lanjut Munawar, masyarakat dunia sekarang beropini bahwa Syariat Islam di Aceh tidak humanis. “Padahal dari dulu kita sangat menghormati non muslim yang tinggal di Aceh,” tuturnya.
Ia pun berharap, setiap pemberitaan media yang menyangkut Syariat Islam harus mengklarifikasi langsung kepada Dinas Syariat Islam terkait.[Desi Badrina]
sumber : http://sumberpost.com
https://hatinews.com
BalasHapus