Home

Rabu, 09 Oktober 2013

Peneliti Desak Pemerintah Naikkan Cukai Rokok

ANTARA/M Agung Rajasa/fz
Tiga peneliti dari Surabaya, Yogyakarta dan Aceh mendesak pemerintah untuk segera menaikkan cukai rokok. Mereka menilai usia produktif terancam akan turun produktivitasnya.
Tiga peneliti dari daerah yang menyuarakan penaikkan cukai rokok tersebut adalah Rizanna Rosemary Darwis (dosen FISIP Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh), Santi Martini (dosen FKM Universitas Airlangga, Surabaya) dan RA Yayi Suryo Prabandari (dosen FK Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) dan dari Pusat adalah Djaka Kusmartata (Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI).

Dalam siaran pers yang diterima menyebutkan, mereka menyoroti gejala meningkatnya konsumsi rokok di masing-masing provinsi terutama di kalangan remaja. Peningkatan ini mengkhawatirkan karena dampak konsumsi rokok baru akan terlihat setelah 15 hingga 20 tahun kemudian. Dengan demikian, remaja yang merokok saat ini akan menuai penyakit akibat merokok ketika mereka berada pada kondisi yang produktif. Jika hal ini terjadi maka kondisi ini akan meningkatkan tingkat morbiditas (kesakitan) dan menurunkan produktivitas.

Banyak faktor yang mendorong peningkatan konsumsi rokok diantaranya tingkat harga yang murah dan rokok boleh dijual secara batangan, selain faktor sosial budaya. Bagi remaja, dengan uang saku yang diterima mereka bisa patungan membeli rokok dan mengkonsumsinya secara bersama-sama. Jika pun tidak bisa patungan, mereka bisa membeli batangan secara bebas karena tidak perlu menunjukkan kartu identitas. Hasil penelitian Santi menunjukkan remaja merokok karena rokok mudah diperoleh dan pengaruh teman sebaya. Menurut Rizanna masih minimnya regulasi yang mengatur konsumsi rokok di Prov. Aceh, termasuk KTR dan pembatasan iklan rokok menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya prevalensi perokok setiap tahun.

Karena itu, tiga pembicara merekomendasikan perlunya meningkatkan cukai rokok yang tinggi yang pada gilirannya akan meningkatkan harga rokok. Dr. Sonny Harry B. Harmadi, selaku kepala Lembaga Demografi FEUI pun mendorong pemerintah menaikkan cukai rokok agar harganya naik dan mencegah anak-anak dan orang miskin untuk membeli rokok. Kebijakan cukai merupakan instrumen yang efektif dalam mengendalikan konsumsi rokok jika tarif cukai cukup tinggi.

Djaka Kusmartata memaparkan kebijakan cukai tembakau yang pada dasarnya, menurut UU No 39 tahun 2007 mengenai Cukai, adalah untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran rokok. Pemerintah menyadari bahwa sistem cukai saat ini masih kompleks sehingga menyebabkan gap (perbedaan) yang lebar antara harga rokok yang mahal dan yang murah. Karena itu, pemerintah berupaya untuk menyederhanakan sistem cukai menjadi 2 jenis yaitu rokok buatan tangan dan rokok buatan mesin. (RO/Fidel Ali Permana)


Sumber: metronews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar