Politisi PDIP Rieke Dyah Pitaloka mengaku diminta membayar "upeti" kepada Hakim Mahkamah Konstitusi saat menyengketakan hasil Pilkada Jawa Barat. Dia yakin, gugatannya ditolak karena tak mau memenuhi permintaan itu.
"Pada kasus Pilgub Jabar, persoalan yang dihadapi bukan sekedar indikasi transaksional di MK. Ada sebuah konspirasi besar yang tidak mungkin saya ungkap saat ini. Yang jelas, semoga saya tidak akan pernah lagi berurusan dengan MK dalam kaitan sengketa Pilkada," kata Rieke dalam pesan singkatnya, Rabu 8 Oktober 2013.
Rieke mengaku tak diminta langsung oleh hakim konstitusi. Dia dilapori anak buahnya bahwa harus memberikan Rp20 miliar agar gugatannya bisa diterima.
"Waktu disampaikan ke saya permintaan tersebut, saya bilang
kalau 20 ember saya punya," kata dia.
Rieke pun tak mau membayar uang upeti itu. Sebab pasti akan ditegor oleh ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri.
"Pesan beliau (Megawati) harus bayar-bayar segala, mending tidak usah menang. Saya sependapat dengan Ibu Mega, saya tidak ingin menang dengan cara yang tidak benar," kata dia.
Saat menjadi calon gubernur Jawa Barat, Rieke berpasangan dengan Teten Masduki. Mereka diusung oleh PDIP. MK menolak permohonan sengketa Pilkada Jabar yang diajukan pasangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki.
Ketua Majelis Hakim Ahmad Sodiki mengatakan dalil permohonan yang diajukan pasangan Rieke-Teten tidak terbukti menurut hukum. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menemukan fakta bahwa sebagian besar dalil pemohon tidak dibuktikan dengan alat bukti yang cukup atau tidak ada alat bukti.
Pernyataan ini mencuat pasca tertangkapnya Ketua MK non aktif Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dari situ terungkap bahwa ada praktek suap di lingkungan MK terkait sengketa pilkada.
Akil tertangkap tangan ketika menerima suap dari anggota DPR Chairun Nisa terkait Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Kasus ini membuat orang-orang yang merasa dikalahkan oleh MK meragukan keputusan itu. (adi)
Posting Komentar