Home

Kamis, 21 Maret 2013

Bendera dan Lambang Aceh Simbol Kekhususan Daerah

Banda Aceh, (Analisa). Untuk segera dimulainya pembahasan Rancangan Qanun (Raqan) Bendera dan Lambang Aceh, Gubernur  Zaini Abdullah, Senin (18/3) menyerahkan draf raqan tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Penyerahan berlangsung dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRA, Sulaiman Abda, disaksikan Sekdaprov Drs T Setia Budi dan para pimpinan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

“Bendera dan lambang Aceh sebagai simbol keistimewaan dan kekhususan daerah, oleh karena itu perlu diatur dalam Qanun Aceh,” ujar Zaini Abdullah.

Disebutkan, pada hakekatnya bendera dan lambang Aceh merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan masyarakat Aceh, di mana keragaman budaya diharapkan akan mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Aceh.

Dalam hal ini, sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI) berdasarkan UUD 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

Dalam perjalanan ketatanegaraan, juga menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakatnya yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.

Salah satu bentuk de facto dan de jure terhadap keistimewaan dan kekhususan Aceh,  tercantum dalam angka 1.1.5 MoU Helsinki dan Pasal 246 ayat (2) dan pasal 247 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA). “Hal ini merupakan dasar hukum authority dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh untuk menentukan dan menetapkan bendera dan lambang Aceh,” katanya.

Perlu Diganti

Dengan demikian, ungkap Zaini Abdullah, Peraturan Daerah Istimewa Aceh Nomor 39 Tahun 1961 tentang lambang Daerah Istimewa Aceh, perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan landasan hukum terkini.

Ruang lingkup pengaturan dalam Raqan Aceh tentang bendera dan lambang Aceh yang telah disampaikan gubernur melalui surat Nomor:188/30138, tanggal 8 Oktober 2012.

Dalam pembahasan bersama antara Komisi A DPRA dengan Tim Asistensi Pemprov Aceh, rancangan qanun tersebut mengalami pengurangan 1 pasal sehingga menjadi 28 pasal.

“Kami memberikan apresiasi sekaligus mengucapkan terima kasih kepada segenap pimpinan dan anggota dewan yang terhormat, karena telah memprioritaskan pembahasan raqan ini. Namun, kami mengimbau agar kita semua tetap konsekuen melaksanakan amanat MoU Helsinki dan UU-PA,” terangnya seraya berharap raqan ini segera mendapat persetujuan bersama menjadi Qanun Aceh sesuai mekanisme dan jadwal yang telah diagendakan di DPRA. (mhd)



  
Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar