Home

Rabu, 20 Maret 2013

IRC: Medan Bukan Sebuah Kota yang Aman

JAKARTA - Dari hasil polling terbaru Indonesia Research Center (IRC) menunjukkan bahwa mayoritas warga di Medan, menyatakan Medan bukan lah sebuah kota yang mampu mewujudkan rasa aman bagi warganya.

Skor yang diperoleh minus 3,2 persen, karena jumlah warga yang mengaku merasa tidak aman lebih tinggi, dibandingkan yang merasa aman (51,6 persen banding 48,4 persen).

Sementara itu, kota-kota lain tak juga dapat dikategorikan sebagai kota yang mampu menimbulkan perasaan aman bagi warganya. Samarinda, Palembang, Makassar, Jakarta, Bandar Lampung, misalnya, yang separuh lebih warganya merasa tidak aman.

Sementara hasil polling terbaru IRC yang dilakukan di 10 kota besar di Indonesia, menghasilkan temuan bahwa perempuan lebih takut menjadi sasaran kejahatan dibandingkan laki-laki. Berdasarkan penelitian-penelitian tentang kejahatan, kesimpulan bahwa perempuan lebih takut menjadi korban kejahatan merupakan hasil temuan yang konsisten.

Merasa takut yang dimiliki perempuan sejalan dengan jumlah korban kejahatan.  Data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) pada kurun waktu 2010 menunjukkan bahwa justru laki-laki yang lebih banyak menjadi korban kejahatan, yaitu 1.959.696 (1,6 persen) dibandingkan perempuan dengan jumlah hampir separuhnya 1.103.288 (0,93 persen). Tren yang sama juga sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Berbeda dengan perempuan, memiliki keberanian maskulin yang menyebabkan sejak kanak-kanak, laki-laki cenderung berperilaku agresif terhadap orang lain, dan juga menolak menjadi pihak yang lemah. Dengan demikian, laki-laki menjadi lebih tidak takut menjadi korban dibandingkan perempuan.

Sementara Kota Medan adalah kota yang paling tak bersahabat bagi rasa aman yang dimiliki perempuan. Mayoritas warga perempuan (60 persen) menyatakan merasa tidak aman, sementara Makassar adalah kota kedua setelah Medan dimana 35,7 persen warga perempuannya menyatakan tidak merasa aman dari tindak kejahatan.

Di Sumatera Utara, dengan Medan sebagai ibu kota provinsi, tercatat telah terjadi 145.225 tindak kejahatan meliputi pencurian, perampokan, penipuan, perkosaan dan lainnya. Angka tersebut hanya terpaut sedikit dengan jumlah kejahatan yang terjadi di DKI Jakarta, yaitu 188.430, seperti yang dilaporkan oleh BPS. Jumlah kasus kejahatan yang hanpir sama besar juga terjadi di Makassar, pada 2010. Rupanya, rasa tidak aman yang dialami oleh warga mencerminkan tingkat kriminalitas yang terjadi di daerahnya.

Kemapanan dikatakan dapat meningkatkan meningkatkan kemungkinan terlibatnya individu dengan organisasi sosial, kohesi sosial dan pengawasan informal lingkungan, yang semuanya membantu mencegah kejahatan. Pendek kata, lingkungan geografis mempengaruhi tebal-tipisnya rasa aman. Area kumuh,  konsumsi alkohol atau perilaku mabuk dapat memiliki efek buruk pada warga penghuninya.
Rasa takut akan meningkat, karena pemabuk, pengemis, dan pengangguran akan lebih terkait pada terjadinya tindak kejahatan yang mungkin mereka lakukan dibandingkan tumbuhnya harapan akan lingkungan yang lebih aman.


Rata-rata warga di 10 kota wilayah polling menyatakan puas dengan kondisi keuangan saat ini. Hanya sekitar 28 persen responden menyatakan ketidakpuasannya. Medan adalah kota dengan tingkat ketidakpuasan warga tertinggi, disusul oleh Palembang, Bandung dan Jakarta.

Rasa aman yang juga dapat tercipta karena kemampuan finansial juga tercermin. Apabila warga kelas menengah sebuah kota memiliki kepuasan yang minim, dapat diprediksi bahwa kalangan menenghnya akan lebih pesimis untuk dapat meraih kepuasan finansial, yang kemudian bila tak tertangani dengan baik dapat mengarah kepada bertambahnya tindak kejahatan.

Warga kota Medan dengan mayoritas warga yang merasa paling tak puas dibandingkan kota-kota lain, ternyata juga tak puas ternyata juga merupakan kota dengan tingkat rasa aman terendah.

Kepuasan terhadap tingkat pendidikan yang sudah berhasil ditamatkan dan pekerjaan yang dapat ditekuni merupakan hal lain lagi yang dapat mempengaruhi. Makassar kali ini menjadi kota dengan jumlah warga yang tidak puas dengan pendidikan yang diperolehnya paling tinggi, demikian juga dengan yang tidak puas dengan pekerjaan yang didapatnya saat ini. Selain itu, kota-kota lain seperti Medan, Bandung dan Jakarta secara konsisten terus muncul dalam kategori kota dengan jumlah warga yang tak puas.

Ketakutan menjadi korban kejahatan dapat meningkat. Dibutuhkan masyarakat yang mau cepat berubah dan turut berupaya untuk membantu dan mendukung mereka yang sulit menghadapi jaman baru untuk dapat beradaptasi dan memenuhi tantangan baru.

Bila tidak, ditilik dari sisi psikologi, rasa takut akan menjadikan masyarakat marah, frustrasi, berkurangnya rasa percaya satu sama lain, yang kemudian akan menggoyahkan sendi-sendi sosial dan menciptakan ketidakpuasan terhadap kehidupan yang selama ini sudah dicapai sebagian masyarakat.

Polling independen melalui telepon dilakukan oleh IRC dilakukan pada 2-6 Maret 2013. Polling menjangkau 855 responden yang berusia 17 tahun keatas, yang terpilih secara  acak sistematis melalui buku telepon residensial terbaru, terbitan Telkom.

Responden berdomisili di 10 kota di Indonesia yaitu Medan, Palembang, Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Samarinda dan Makassar. Jumlah responden di setiap wilayah ditentukan secara proporsional. Tingkat kepercayaan 95%, dengan ambang kesalahan 3,35%. Hasil polling tidak dimaksudkan sebagai representasi pendapat seluruh masyarakat Indonesia.

Responden yang terjaring dalam polling adalah masyarakat kelas menengah, berpendapatan di atas Rp. 2.000.000,- (80%)  Mayoritas berusia produktif 17-45 tahun (61,8%), minimal tamat SMA (85,7%).

Sumber: okezone
[jemp]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar