Dibalik nama besar Cut Nyak Dhien ataupun Cut Nyak Meutia, yang kita ketahui adalah para srikandi pembela tanah air dari Aceh, ternyata masih ada lagi satu sosok yang tidak banyak orang ketahui kisahnya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, yaitu Laksamana Keumalahayati.
Dialahperempuan pertama di dunia yang memegang pucuk pimpinan tertinggi sebagai Panglima Angkatan Laut Armada Selat Malaka kerajaan Darud Donya Darussalam dan pernah berjuang melawan Portugis hingga ke Johor. Putri dari Laksamana Mahmud Syah, dan sang kakek adalah Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah pendiri kerajaan Aceh Darussalam.
Kisah perjuangan Laksamana Keumalahayati dimulai dari sebuah perang di perairan Selat Malaka, yaitu antara armada pasukan Portugis dengan Kesultanan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil dan dibantu oleh dua orang laksamana.
Pertempuran sengit terjadi di Teluk Haru dan dimenangkan oleh armada Aceh, meski harus kehilangan dua laksamananya dan ribuan prajurit yang tewas di medan perang. Salah satu laksamana yang tewas tersebut adalah suami Laksamana Keumalahayati sendiri yang menjabat sebagai Komandan Protokol Istana Darud-Dunia. Setelah sang suami meninggal dunia dalam peperangan tersebut, ia berjanji akan menuntut balas dan bertekad meneruskan perjuangan suaminya meski secara sendirian.
Untuk memenuhi tujuannya tersebut, Laksamana Keumalahayati meminta kepada Sultan al-Mukammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya adalah wanita-wanita janda karena suami mereka gugur dalam Perang Teluk Haru. Permintaan Keumalahayati akhirnya dikabulkan.
Ia diserahi tugas memimpin Armada Inong Balee dan diangkat sebagai laksamananya. Ia merupakan wanita Aceh pertama yang berpangkat laksamana (Admiral) di Kesultanan Aceh Darussalam. Armada ini awalnya hanya berkekuatan 1000 orang, namun kemudian diperkuat lagi menjadi 2000 orang. Teluk Lamreh Krueng Raya dijadikan sebagai pangkalan militernya. Di sekitar teluk ini, ia membangun Benteng Inong Balee yang letaknya di perbukitan.
Setelah memangku jabatan sebagai laksamana, Keumalahayati mengkoordinir pasukannya di laut, mengawasi berbagai pelabuhan-pelabuhan yang berada di bawah penguasaan syahbandar, dan mengawasi kapal-kapal jenis galey milik Kesultanan Aceh Darussalam.
Seorang nahkoda kapal Belanda yang berkebangsaan Inggris, John Davis, mengungkapkan fakta bahwa pada masa kepemimpinan militer Laksanana Keumalahayati, Kesultanan Aceh Darussalam memiliki perlengkapan armada laut yang di antaranya terdiri dari 100 buah kapal (galey) dengan kapasitas penumpang 400-500 orang.
Karya Laksamana Keumalahayati memang tidak berupa buku atau berbagai bentuk tulisan. Namun demikian, segala bentuk perjuangannya dalam melawan kolonialisme dapat juga dianggap sebagai karya-karya nyatanya.
Di antara karya-karya yang dimaksud adalah ia pernah membangun Benteng Inong Balee dengan tinggi 100 meter dari permukaan laut. Tembok benteng menghadap ke laut dengan lebar 3 meter dengan lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Ia pun pernah berhasil membunuh Cornelis de Houtman, salah seorang pemimpin kapal Belanda yang pertama kali tiba di Aceh.
Walaupun kelahiran dan kematiannya masih menjadi misteri, namun sepak terjang dan kepahlawanan Laksamana Keumalahayati pantas dicatat dalam lembaran sejarah Aceh dan bangsa Indonesia dengan tinta emas.
(Mario@oktomagazine.com)
Dialahperempuan pertama di dunia yang memegang pucuk pimpinan tertinggi sebagai Panglima Angkatan Laut Armada Selat Malaka kerajaan Darud Donya Darussalam dan pernah berjuang melawan Portugis hingga ke Johor. Putri dari Laksamana Mahmud Syah, dan sang kakek adalah Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah pendiri kerajaan Aceh Darussalam.
Kisah perjuangan Laksamana Keumalahayati dimulai dari sebuah perang di perairan Selat Malaka, yaitu antara armada pasukan Portugis dengan Kesultanan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil dan dibantu oleh dua orang laksamana.
Pertempuran sengit terjadi di Teluk Haru dan dimenangkan oleh armada Aceh, meski harus kehilangan dua laksamananya dan ribuan prajurit yang tewas di medan perang. Salah satu laksamana yang tewas tersebut adalah suami Laksamana Keumalahayati sendiri yang menjabat sebagai Komandan Protokol Istana Darud-Dunia. Setelah sang suami meninggal dunia dalam peperangan tersebut, ia berjanji akan menuntut balas dan bertekad meneruskan perjuangan suaminya meski secara sendirian.
Untuk memenuhi tujuannya tersebut, Laksamana Keumalahayati meminta kepada Sultan al-Mukammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya adalah wanita-wanita janda karena suami mereka gugur dalam Perang Teluk Haru. Permintaan Keumalahayati akhirnya dikabulkan.
Ia diserahi tugas memimpin Armada Inong Balee dan diangkat sebagai laksamananya. Ia merupakan wanita Aceh pertama yang berpangkat laksamana (Admiral) di Kesultanan Aceh Darussalam. Armada ini awalnya hanya berkekuatan 1000 orang, namun kemudian diperkuat lagi menjadi 2000 orang. Teluk Lamreh Krueng Raya dijadikan sebagai pangkalan militernya. Di sekitar teluk ini, ia membangun Benteng Inong Balee yang letaknya di perbukitan.
Setelah memangku jabatan sebagai laksamana, Keumalahayati mengkoordinir pasukannya di laut, mengawasi berbagai pelabuhan-pelabuhan yang berada di bawah penguasaan syahbandar, dan mengawasi kapal-kapal jenis galey milik Kesultanan Aceh Darussalam.
Seorang nahkoda kapal Belanda yang berkebangsaan Inggris, John Davis, mengungkapkan fakta bahwa pada masa kepemimpinan militer Laksanana Keumalahayati, Kesultanan Aceh Darussalam memiliki perlengkapan armada laut yang di antaranya terdiri dari 100 buah kapal (galey) dengan kapasitas penumpang 400-500 orang.
Karya Laksamana Keumalahayati memang tidak berupa buku atau berbagai bentuk tulisan. Namun demikian, segala bentuk perjuangannya dalam melawan kolonialisme dapat juga dianggap sebagai karya-karya nyatanya.
Di antara karya-karya yang dimaksud adalah ia pernah membangun Benteng Inong Balee dengan tinggi 100 meter dari permukaan laut. Tembok benteng menghadap ke laut dengan lebar 3 meter dengan lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Ia pun pernah berhasil membunuh Cornelis de Houtman, salah seorang pemimpin kapal Belanda yang pertama kali tiba di Aceh.
Walaupun kelahiran dan kematiannya masih menjadi misteri, namun sepak terjang dan kepahlawanan Laksamana Keumalahayati pantas dicatat dalam lembaran sejarah Aceh dan bangsa Indonesia dengan tinta emas.
(Mario@oktomagazine.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar