Ilustrasi. (Sindophoto) |
Sebab, oknum direksi kedua lembaga ini diduga sengaja menyimpangkan penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Bersubsidi periode 2008-2011, sehingga merugikan negara senilai Rp289 miliar.
Pelaporan dugaan penyimpangan ini mengacu pada pasal 55 UU No.22/2001, tentang minyak dan gas bumi. Secara tegas disebutkan, setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan, dan atau niaga BBM yang disubsidi pemerintah dipidana dengan penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Direktur Eksekutif Inpas, Boris Korius Malau menyebutkan, bentuk penyimpangannya antara lain, adanya penyaluran JBT Bersubsidi kepada pihak yang tidak berhak menerimanya pada rentang waktu 2008-2011.
Rinciannya, lanjut dia, pada 2008 ada 35 kasus penyaluran JBT. Dalam rentang waktu setahun itu, kerugian negara sekitar Rp176 miliar.
Adapun jumlah JBT yang menyimpang penyalurannya, 73.717 liter JBT Bersubsidi ke industri dan 2.176.283 liter ke kapal penangkap ikan. Subsidi itu melebihi kapasitas yang sudah ditentukan.
Selanjutnya, ada 27 kasus penyimpangan pada tahun 2009 dengan nilai subsidi Rp33 miliar. Diantaranya, PT KAI menggunakan solar bersubsidi sebanyak 35.989.419 liter untuk angkutan barang industri.
"Penyaluran BBM Bersubsidi pada SPBB No.27.01.05 dan SPBB No.57.511.01 melebihi alokasi yang ditetapkan sebesar 10.000 liter premium dan 80.000 liter solar," ungkap Boris Rabu (27/3/2013).
Kasus serupa terjadi pada tahun 2010-2011. Boris mengatakan tahun 2010 tercatat 11 kasus dengan nilai subsidi Rp6,4 miliar. Tahun 2011 sebanyak 30 kasus dengan nilai sebesar Rp73,8 miliar.
"Berdasarkan temuan data-data itu yang terjadi dari tahun ke tahun terus berlangsung diduga melibatkan oknum pejabat pertamina," ujar dia.
Inpas menilai, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina sebagai pejabat yang bertanggungjawab karena memiliki kewenangan untuk mengendalikan penyaluran JBT Bersubsidi.
"Kami meminta Ketua KPK Abraham Samad sesegera mungkin menindaklanjuti laporan ini untuk menghindari kerugian negara yang lebih besar," saran Boris.
Pada sisi lain, ditambahkan Boris, BPH Migas juga harus ikut bertanggungjawab. Sebab, regulasi penyaluran JBT Bersubsidi berada di lembaga itu.
Hal ini ditegaskan dalam Keppres No.86/2002 pada Bab I pasal 4. Bunyinya, fungsi badan pengatur adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM.
"Sebagai badan pengawas, kami menilai BPH Migas telah lalai menjalankan fungsinya," kata dia.
Terbukti pada tahun 2011, lanjut dia, subsidi JBT melebihi volume yang ditetapkan APBN-P sebesar 1.324.861 kiloliter.
"Jangan sampai untuk menutupi kebocoran-kebocoran minyak di Pertamina diatasi dengan cara menaikan harga BBM," tegas Boris.
Inpas meminta KPK menjadikan kasus penyimpangan penyaluran JBT Bersubsidi, menjadi bagian prioritas penyidikan kasus korupsi di Tanah Air. KPK sudah diberikan jalan terang karena Inpas telah memberikan bukti-bukti kerugian negara yang telah dapat dihitung.
Kasus ini melibatkan pejabat negara dan adanya dugaan tindakan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan dengan memperkaya diri sendiri ataupun orang lain.
"Sebab itu kami merekomendasikan pasal 3 UU No.31/2009 jo UU No.20/2001 tentang tindak pidana korupsi," ujar dia.
Sumber: sindonews.com
[jemp]
Posting Komentar