MEDAN -- Kepolisian terkendala masalah bahasa dalam menginvesitigasi insiden bentrokan mematikan antara etnis Muslim Rohingya dan Buddha terjadi di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) di Belawan, Medan, Sumatra Utara, Jumat (5/4) dini hari WIB.
Hal ini disampaikan oleh Staf Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA) Medan Heri Haryanto kepada Republika lewat sambungan telepon.
Heri yang ditunjuk sebagai pendamping oleh Kepolisian Resor Pelabuhan Belawan untuk menemani para pengungsi Rohingya berujar proses penyelidikan masih belum dapat dilakukan. Kepolisian mengalami kendala saat berkomunikasi dengan para pengungsi yang tidak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia.
“Polisi bilang masih menunggu penerjemah supaya dapat memintai keterangan pada para pengunsgi terkait bnetrok ini,” ujar Heri.
Kini para pengungsi Rudenim yang berasal dari Myanmar masih dikumpulkan di Mapolres Pelabuhan Belawan untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Mereka dikumpulkan karena bentrokan antara etnis Muslim dan Buddha itu sebanyak 23 pengungsi menjadi korban. (REPUBLIKA.CO.ID)
Hal ini disampaikan oleh Staf Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA) Medan Heri Haryanto kepada Republika lewat sambungan telepon.
Heri yang ditunjuk sebagai pendamping oleh Kepolisian Resor Pelabuhan Belawan untuk menemani para pengungsi Rohingya berujar proses penyelidikan masih belum dapat dilakukan. Kepolisian mengalami kendala saat berkomunikasi dengan para pengungsi yang tidak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia.
“Polisi bilang masih menunggu penerjemah supaya dapat memintai keterangan pada para pengunsgi terkait bnetrok ini,” ujar Heri.
Kini para pengungsi Rudenim yang berasal dari Myanmar masih dikumpulkan di Mapolres Pelabuhan Belawan untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Mereka dikumpulkan karena bentrokan antara etnis Muslim dan Buddha itu sebanyak 23 pengungsi menjadi korban. (REPUBLIKA.CO.ID)
Reporter : Gilang Akbar Prambadi | |||
Redaktur : Citra Listya Rini |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar