Wacana pengawasan hakim konstitusi terus menguat paska tertangkapnya Ketua MK non aktif, Akil Mochtar. Muncul desakan dari berbagai pihak agar format pengawasan hakim konstitusi diserahkan kembali ke Komisi Yudisial (KY).
Tapi akhirnya, dalam pertemuan dengan mantan hakim konstitusi, Rabu malam, 9 Oktober 2013, Mahkamah Konstitusi makin yakin tak perlu diawasi KY. Mereka memilih format pengawasan melalui majelis etik MK.
Hakim konstitusi punya pandangan mengapa tidak membuka akses bagi Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim.
"Soal pengawasan dari Komisi Yudisial ini ada sudah persoalan hukum, sudah ada putusannya," ujar Patrialis.
MK era Jimly Asshiddiqie mengeluarkan putusan No 005/PUU-IV/2006, yang menyatakan hakim konstitusi bukan objek pengawasan KY. Otomatis putusan itu menggugurkan kewenangan pengawasan KY terhadap MK sesuai amanah UU Nomor 24 Tahun 2003.
Meski tidak diawasi KY, mantan Menkumham itu tetap yakin majelis etik dapat bekerja secara optimal, mengingat komposisinya bukan dari unsur internal MK.
"Majelis itu terdiri dari orang luar jadi cukup berani. Kalau lembaga lain kan punya majelis etik, tapi kan tidak dari unsur luar," katanya.
Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, dalam menjalankan fungsinya, majelis etik bersifat independen dan permanen.
"Jadi majelis ini mengawasi hakim hari ke hari. Kalau majelis kehormatan kan ad hoc saja," katanya. (eh)
Posting Komentar