“Ada pandangan yang sama antara Aceh dan Pusat, yaitu cooling-down dan menghilangkan konflik-konflik kecil akibat polemik tersebut,” kata Menko Polhukam, Djoko Suyanto seusai bertemu delegasi Aceh, di Kementerian Polhukam, Jakarta, Senin (15/4). Istilah coolling down itu sendiri pernah digunakan menyikapi situasi panas menjelang Pilkada Aceh 2012.
Delegasi Aceh yang bertemu Menko Polhukan terdiri Gubernur Zaini Abdullah, Wakil Gubernur Muzakir Manaf, Asisten I Iskandar A Gani, Pemangku Wali Nanggroe Malik Mahmud, Peutua Peuet Partai Aceh Zakaria Saman, serta dua tokoh Aceh, Prof Bachtiar Aly dan Marsekal Madya (Purn) Teuku Syahrir.
Djoko Suyanto mengakui masih ada perbedaan pandangan terhadap Qanun Bendera dan Lambang dan perbedaan-perbedaan itu akan terus diupayakan titik temunya melalui serangkaian pertemuan lanjutan.
“Pemerintah tetap berpedoman kepada UUPA, PP Nomor 77/2007 dan MoU Helsinki yang juga ada di UUPA. Perbedaan-perbedaan itulah yang terus dicarikan jalannya,” kata Menko Polhukam didampingi Mendagri Gamawan Fauzi.
Dalam pertemuan sekitar dua jam itu, delegasi Aceh menjelaskan kronologi, legal formal, dan prosedural pengambilan keputusan tentang Qanun Nomor 3 Tahun 2013. “Dari sisi legal formal dan prosedural tidak ada masalah. Masalahnya hanya substansi qanun yang dinilai bertentangan dengan aturan di atasnya. Inilah yang kita akan carikan penyelesaiannya,” kata Djoko Suyanto. Ia menyebutkan, di Aceh juga ada kelompok dan golongan masyarakat lain yang harus dilihat secara konprehensif.
Pertemuan tersebut, lanjut Djoko menegaskan kembali bahwa tidak adanya lagi ide separatisme dan mengharapkan jangan sampai ada pihak-pihak lain yang mengadu domba Pusat dan Aceh. “Konflik yang lebih besar sudah berhasil dicapai perdamaian pada 2005. Oleh karenanya kalau ada masalah, tidak boleh menciderai perdamaian,” kata Menko Polhukam.
Terkait jadwal pertemuan delegasi Aceh dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga kemarin belum ada kepastian meski sebelumnya sempat beredar kabar bahwa Presiden SBY akan menerima Gubernur Aceh, Senin (15/4).
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah yang ditanyai Serambi di Jakarta, kemarin mengaku belum tahu kapan akan bertemu Presiden SBY. “Kita belum tahu. Kita harap dalam waktu dekat,” kata Zaini. Menko Polhukam Djoko Suyanto juga mengaku belum tahu jadwal Presiden bertemu Gubernur Aceh. “Saya tidak tahu jadwal Presiden,” kata Djoko Suyanto.(fik)
Masih Ada Waktu
MASIH ada waktu untuk terus melakukan diskusi mencapai kesepakatan. Dari 13 butir klarifikasi terhadap qanun, ada dua yang sudah disepakati, yaitu tentang konsideran dan kumandang azan saat menaikkan bendera. Butir-butir lain akan didiskusikan lagi.
* Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri. (fik)
Bukan Hanya F-PA
MEMANG masih ada perbedaan pendapat mengenai qanun tersebut. Tapi itu kan prosesnya tidak mudah dan bukan hanya melibatkan Fraksi Partai Aceh (F-PA) tetapi juga fraksi lain di DPRA. Kita sepakat agar diskusi untuk mencapai titik temu jangan sampai berhenti. Harus terus didiskusikan.
* Zaini Abdullah, Gubernur Aceh. (fik)
Hindari Konflik
SUDAH banyak kemajuan mengangkut pemahaman terhadap qanun tersebut (antara Aceh dan Pusat). Meski masih berbeda, tapi suasana pembicaraan sangat baik dan sama-sama ingin menghindari munculnya konflik.
* Abdullah Saleh, Ketua Badan Legislasi DPRA. (fik)
Polri Pantau Potensi Konflik
MARKAS Besar Kepolisian memilih langkah tak reaktif dalam menyikapi persoalan penetapan bendera Aceh yang menyerupai bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Polri menyerahkan sepenuhnya kepada Menteri Dalam Negeri untuk menuntaskan polemik tersebut.
“Pasca-masalah bendera itu, sekarang (Polri) cooling down. Kemudian sekarang dilakukan langkah-langkah yang dipimpin oleh Mendagri,” kata Kapolri, Jenderal Timur Pradopo di kantornya, sebagaimana dikutip dan disiarkan situs berita tempo.co edisi Senin, 15 April 2013.
Menurut Kapolri, meski bersikap diam, kepolisian tetap memantau potensi ancaman konflik di Aceh. Polisi dibantu TNI menempuh beberapa langkah pencegahan agar tak terjadi konflik karena persoalan bendera Aceh.
“Yang jelas, kehidupan masyarakat di sana seperti biasa, kegiatan sehari-hari terus berjalan. Artinya, kami kelola dinamika itu, termasuk Mendagri,” kata Timur. Seperti diketahui, pada 22 Maret 2013, DPRA mengesahkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Penetapan bendera Aceh memunculkan polemik karena mirip dengan bendera kelompok separatis, berwarna dasar merah dengan gambar bulan sabit dan bintang di tengah.
Mendagri Gamawan Fauzi turun tangan meminta klarifikasi kepada Pemerintah Daerah Aceh, di antaranya masalah desain logo dan bendera. Di kalangan masyarakat Aceh, muncul pro kontra soal bendera tersebut. Namun Kapolri Jenderal Timur Pradopo enggan berkomentar bahwa persoalan bendera Aceh berpotensi mengarah kepada makar. “Kami tidak berbicara masalah (makar) itu, ya,” katanya.(tempo.co)
Editor : bakri
Posting Komentar