JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah bertemu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Gubernur Aceh Zaini Abdullah akhirnya bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (17/4/2013) sore.
Seusai pertemuan, Zaini mengaku memberikan klarifikasi terkait polemik Qanun (Peraturan Daerah) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, khususnya bagaimana qanun itu bisa muncul.
Kepada wartawan, Zaini enggan berkomentar banyak mengenai qanun tersebut karena sensitif. Ia mengingatkan konflik yang pernah terjadi Aceh. Untuk itu, saat ini semua pihak sepakat menahan diri terlebih dulu.
"Pada prinsipnya masih sama jawabannya karena kita mencari solusi damai di Aceh. Masalah itu akan dicari solusinya supaya dapat titik solusi yang sama. Untuk ini, kami juga bersepakat untuk bertemu di masa depan dan kita cooling down dulu," kata Zaini.
Zaini menambahakan, pertemuan tadi lebih banyak membicarakan tentang pembangunan di Aceh, seperti keinginan penambahan rumah sakit. Pemerintah Aceh menginginkan adanya kemajuan di bidang ekonomi.
"Pembangunan lima general hospital di Aceh mendapatkan respons bagus sekali dari Presiden. Juga (permintaan) yang lain-lain sudah saya serahkan secara tertulis kepada Bapak Presiden. Kalau bicara satu per satu tidak cukup waktu," kata dia.
Kapan pertemuan selanjutnya dengan pemerintah pusat? "Belum ditentukan. Secepat mungkinlah," jawab Zaini.
Kementerian Dalam Negeri sudah memberikan rekomendasi atas evaluasi qanun. Intinya, bendera dan lambang Aceh harus diubah karena mirip lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Qanun itu dinilai bertentangan dengan UU Pemerintah Aceh dan PP Nomor 77 tahun 2007.
DPR Aceh juga telah menyelesaikan jawaban atas klarifikasi Kemendagri. Dalam jawabannya, DPR Aceh tetap meminta agar qanun tetap berjalan karena menilai poin-poin klarifikasi tak berdasar.
Seusai pertemuan, Zaini mengaku memberikan klarifikasi terkait polemik Qanun (Peraturan Daerah) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, khususnya bagaimana qanun itu bisa muncul.
Kepada wartawan, Zaini enggan berkomentar banyak mengenai qanun tersebut karena sensitif. Ia mengingatkan konflik yang pernah terjadi Aceh. Untuk itu, saat ini semua pihak sepakat menahan diri terlebih dulu.
"Pada prinsipnya masih sama jawabannya karena kita mencari solusi damai di Aceh. Masalah itu akan dicari solusinya supaya dapat titik solusi yang sama. Untuk ini, kami juga bersepakat untuk bertemu di masa depan dan kita cooling down dulu," kata Zaini.
Zaini menambahakan, pertemuan tadi lebih banyak membicarakan tentang pembangunan di Aceh, seperti keinginan penambahan rumah sakit. Pemerintah Aceh menginginkan adanya kemajuan di bidang ekonomi.
"Pembangunan lima general hospital di Aceh mendapatkan respons bagus sekali dari Presiden. Juga (permintaan) yang lain-lain sudah saya serahkan secara tertulis kepada Bapak Presiden. Kalau bicara satu per satu tidak cukup waktu," kata dia.
Kapan pertemuan selanjutnya dengan pemerintah pusat? "Belum ditentukan. Secepat mungkinlah," jawab Zaini.
Kementerian Dalam Negeri sudah memberikan rekomendasi atas evaluasi qanun. Intinya, bendera dan lambang Aceh harus diubah karena mirip lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Qanun itu dinilai bertentangan dengan UU Pemerintah Aceh dan PP Nomor 77 tahun 2007.
DPR Aceh juga telah menyelesaikan jawaban atas klarifikasi Kemendagri. Dalam jawabannya, DPR Aceh tetap meminta agar qanun tetap berjalan karena menilai poin-poin klarifikasi tak berdasar.
Editor :
Laksono Hari W
Posting Komentar